Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi stunting di Kabupaten Gunungkidul sebesar 19,7%, sedikit di bawah angka nasional 19,8%. Kader kesehatan berperan penting dalam pemantauan status gizi balita, terutama di daerah dengan angka stunting tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesenjangan antara kapabilitas dan peran kader dalam pemantauan status gizi balita di Puskesmas Playen 2. Menggunakan desain cross-sectional, 97 kader dari enam desa diambil sebagai sampel secara proporsional. Data dikumpulkan melalui kuesioner terstruktur. Data karakteristik responden dianalisis secara deskriptif dan analisis kesenjangan antara kapabilitas dan peran kader diuji statistik menggunakan Chi-square test. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar kader berusia 41-50 tahun (42,3%), berpendidikan menengah (86,6%), bekerja (69,1%), masa kerja kader lebih dari 5 tahun (79,4%), dan pernah mendapat pelatihan (72,2%). Tingkat pengetahuan bervariasi: tinggi (53,6%), sedang (28,9%), dan rendah (17,5%). Ditemukan adanya kesenjangan kompetensi yang mencolok antara kapabilitas kader dan peran aktual mereka, meskipun hanya konseling yang terbukti signifikan secara statistik (p=0,001). Seluruh kader merasa mampu melakukan pengukuran status gizi, hanya 76% yang rutin melakukannya. Demikian pula, 97% kader mampu mencatat status gizi pada kartu KMS, namun hanya 76% yang secara teratur melakukan peran ini. Sementara 46% kader mampu memberikan konseling gizi, hanya 25% yang secara aktif terlibat dalam konseling. Sejumlah 20% kader kompeten dalam membuat laporan/merujuk kasus, tetapi hanya 15% yang rutin melakukannya. Kesimpulannya, meskipun kader menunjukkan pengetahuan dan peran yang memadai dalam penilaian status gizi balita, keterlibatan mereka dalam konseling dan laporan terbatas.