Fringe settlement di kawasan rural-urban Kota Denpasar dan Kota Malang menjadi fenomena signifikan yang mencerminkan dinamika perkembangan wilayah di kedua kota tersebut. Pertumbuhan pemukiman di pinggiran kota dan pedesaan dipengaruhi oleh berbagai variabel, termasuk aksesibilitas, kondisi sosial ekonomi, serta ketersediaan infrastruktur dan fasilitas. Di Kota Denpasar, pengembangan pemukiman pinggiran lebih terencana dengan pengaruh yang kuat dari sektor pariwisata yang mendorong urbanisasi dan pembangunan infrastruktur secara bertahap. Sementara itu, di Kota Malang, sektor pendidikan dan migrasi domestik menjadi pendorong utama perkembangan fringe settlement, dengan dampak yang lebih terlihat pada alih fungsi lahan dan transformasi sosial budaya. Regulasi pemerintah dan kebijakan pembangunan daerah juga memainkan peran kunci dalam mengarahkan pola pertumbuhan ini, dengan fokus pada pengelolaan lahan dan penyediaan fasilitas publik yang lebih merata. Metode pengumpulan data mencakup survei lapangan, penyebaran kuesioner, dan wawancara dengan pemangku kepentingan untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang fenomena ini. Hasil penelitian ini memberikan wawasan yang mendalam mengenai tantangan yang dihadapi dalam mengelola pertumbuhan pemukiman pinggiran serta menawarkan rekomendasi strategis yang dapat diimplementasikan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat di kawasan fringe settlement. Rekomendasi ini diharapkan dapat membantu mengarahkan pembangunan yang lebih berkelanjutan di masa mendatang.