Isu overclaiming pada produk perawatan kulit telah menjadi masalah yang cukup serius di dunia maupun di Indonesia. Fenomena ini tidak hanya menimbulkan kerugian finansial bagi konsumen, tetapi juga berdampak pada aspek non-material, seperti hilangnya kepercayaan dan kekecewaan terhadap produk yang dikonsumsi. Meningkatnya kekecewaan tersebut pada gilirannya turut mendorong maraknya peredaran produk dengan klaim yang berlebihan, sehingga memunculkan aspek surrogate liability di antara penyedia platform. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan mengumpulkan data primer dari iklan produk perawatan kulit yang mengandung overclaiming dan data sekunder dari jurnal dan regulasi terkait, termasuk peraturan BPOM. Analisis dilakukan secara kualitatif dan komparatif untuk memahami implikasi hukum dari fenomena ini. Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, penyelenggara sistem elektronik tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan yang dilakukan oleh pengguna atau penjual. Dengan demikian, penyelenggara platform tidak memiliki kewajiban hukum terkait peredaran barang. Namun, sebagai penyedia layanan, mereka harus tetap bertanggung jawab atas kelalaian dalam mengawasi distribusi produk di platform mereka. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan peraturan khusus untuk mengatasi tanggung jawab kebijakan, penguatan kebijakan melalui verifikasi ketat dan pemeriksaan berkala (seperti tes laboratorium terkini) terhadap produk yang dipasarkan, dan peningkatan peran BPOM dalam melakukan pengawasan aktif terhadap produk untuk melindungi konsumen dari risiko yang terkait dengan klaim yang berlebihan.