Sistem hukum perdata Indonesia, khususnya dalam konteks hibah dan waris, menunjukkan kompleksitas yang tinggi akibat pluralisme hukum dan pengaruh berbagai sistem hukum yang berlaku. Hibah merupakan bentuk perjanjian pemberian secara cuma-cuma yang diatur dalam Pasal 1666 KUHPdt dan lazim digunakan dalam praktik kewarisan di Indonesia. Namun, dalam kondisi tertentu, hibah dapat dibatalkan sebagaimana diatur dalam Pasal 1688 KUHPdt, terutama bila bertentangan dengan ketentuan legitime portie para ahli waris. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pembatalan hibah berdasarkan Putusan No. 22/Pdt.G/2023/PN Smn melalui pendekatan teori hukum murni Hans Kelsen. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif dengan pendekatan konseptual dan peraturan perundang-undangan. Pembahasan menunjukkan bahwa teori Hans Kelsen memberikan dasar yuridis kuat dalam menilai validitas norma, di mana suatu putusan hanya sah jika sesuai dengan norma yang lebih tinggi dalam hierarki hukum (grundnorm). Putusan pengadilan menunjukkan bahwa hibah yang tidak dibuat dalam bentuk akta notaris dan melanggar hak legitieme portie dapat dimintakan pembatalan. Selain itu, hakim menerapkan struktur logika formal Kelsen untuk menyelaraskan norma-norma yang potensial bertentangan. Pendekatan ini memperkuat kepastian hukum dan menjaga konsistensi sistem hukum kewarisan. Sebagai kesimpulan, pembatalan hibah berdasarkan pendekatan hukum murni Kelsen dapat dijadikan model penyelesaian sengketa waris secara sistematis dan logis. Disarankan agar para praktisi hukum memperkuat kesadaran terhadap aspek formil dan hierarki norma dalam menangani perkara hibah.