Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap perempuan menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Dampaknya pun semakin beragam, mulai dari cedera fisik, gangguan psikologis, kehamilan akibat inses, penelantaran, hingga kematian. Meskipun demikian, mayoritas korban memilih untuk tidak melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang. Beberapa alasan utama yang melatarbelakanginya adalah ketergantungan ekonomi, rasa takut terhadap pelaku, stigma sosial, kekhawatiran akan hilangnya peran ayah bagi anak-anak, harapan bahwa pelaku akan berubah, serta anggapan bahwa kekerasan adalah sesuatu yang wajar dialami perempuan dalam pernikahan. Budaya patriarki yang mengakar kuat dalam masyarakat menjadi salah satu faktor utama penyebab terjadinya KDRT terhadap perempuan. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dalam konteks budaya patriarki di Aceh Barat. Kajian ini berlandaskan pada teori feminisme yang memandang bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan konsekuensi dari sistem sosial patriarkal, di mana perempuan sering kali menjadi objek subordinasi dan kontrol oleh laki-laki. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif-analitis. Informan terdiri dari 10 perempuan korban KDRT yang berdomisili di Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar informan menganggap KDRT sebagai hal yang lumrah dialami istri dalam kehidupan rumah tangga. Temuan ini menegaskan bahwa budaya patriarki masih sangat dominan dan berkontribusi signifikan terhadap terjadinya kekerasan dalam rumah tangga di wilayah tersebut.