Penelitian ini mengkaji urgensi dan relevansi penerapan Therapeutic Jurisprudence (TJ) dalam pembentukan norma hukum pada Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), khususnya dalam upaya pelindungan dan pemenuhan hak atas kesejahteraan mental tahanan perempuan sebagai kelompok rentan. Latar belakang penelitian ini berangkat dari masih maraknya diskriminasi dan kekerasan psikologis yang dialami perempuan dalam sistem peradilan pidana, meskipun Indonesia telah meratifikasi instrumen hak asasi manusia internasional seperti CEDAW dan UDHR. Dengan menggunakan metode yuridis normatif melalui pendekatan konseptual dan komparatif, penelitian ini menelaah sejauh mana prinsip TJ terintegrasi dalam RUU KUHAP serta membandingkannya dengan penerapan di Belanda dan Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Draf RUU KUHAP per Maret 2025 telah mengalami kemajuan melalui Pasal 138 yang mengatur hak-hak perempuan dalam proses hukum, namun masih ditemukan kekosongan, seperti belum adanya penerapan trauma-informed approach, keterbatasan peran proaktif aparat penegak hukum, dan belum tersedianya mekanisme pengawasan untuk menjamin konsistensi perlakuan terapeutik. Oleh karena itu, diperlukan penguatan eksplisit terhadap peran aktor hukum dalam menjamin proses hukum yang humanis, berperspektif gender, dan berorientasi pada kesejahteraan mental bagi tahanan perempuan.Â