Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Pelaksanaa Hukum Keluarga Islam Di Filifina Dan Indonesia Terhadap Batasan Umur Perkawinan Neneng Desi Susanti; Farid Firdaus, Muhammad; Lestari; Eka Putri, Luthfia
JURNAL AZ-ZAWAJIR Vol 5 No 1 (2024): Jurnal Az Zawajir
Publisher : Institute Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57113/jaz.v5i1.362

Abstract

Penelitian ini menjelaskan perbandingan secara vertikal dan horizontal mengenai ketentuan batasan minimal usia perkawinan antara Fikih Mazhab, Hukum Keluarga Indonesia dan Hukum Keluarga Filipina. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dan komparatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui kajian kepustakaan (library research) dengan melakukan pengkajian terhadap kitab fikih klasik dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara perbandingan vertikal ketentuan batasan minimal usia perkawinan di Indonesia telah mengalami keberanjakan dari konsep mazhab Syâfi’i. Sedangkan, ketentuan batasan minimal usia perkawinan di Filipina sesuai dengan aturan konsep mazhab Syâfi’i tidak mengalami perubahan hingga sekarang. Meskipun begitu, masing-masing negara menetapkan batasan minimal usia perkawinan setelah masa atau tahap bâligh bagi seseorang sebagaimana pendapat-pendapat para ulama mazhab. Persamaannya adalah kedua negara sama-sama mengatur terkait syarat minimal usia untuk melangsungkan perkawinan dan keduanya juga melakukan pembaharuan hukum dengan menerapkan metode extradoctrinal reform dalam rangka menentukan batasan minimal usia perkawinan. Kemudian, kedua negara juga memberikan perizinan untuk melakukan perkawinan di bawah umur yang telah diatur dengan mengajukan permohonan ke Pengadilan oleh orang tua/wali. Adapun perbedaannya adalah tidak adanya selisih batasan minimal usia perkawinan bagi laki-laki dan perempuan di Indonesia, karena dalam aturan hukum keluarga negara ini ditetapkan usia 19 tahun bagi keduanya dan ketentuan tersebut berlaku untuk masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan di Filipina, terdapat perbedaan aturan karena berlakunya dua ketentuan batasan minimal usia perkawinan di negara ini. Dalam Code of Muslim Personal Laws, ditetapkan usia 15 tahun bagi laki-laki dan perempuan, berlaku juga dengan minimal usia pubertas atau lebih tetapi tidak kurang dari usia 12 tahun bagi perempuan yang ingin melangsungkan perkawinan, ketentuan ini berlaku bagi masyarakat yang beragama Islam.
Pembagian Warisan Dari Sisi Bagian Anak Laki-Laki Dan Perempuan Dan Modifikasinya Dalam Hukum Positif Dunia Islam Neneng Desi Susanti; Tuti Syafrianti
JURNAL AZ-ZAWAJIR Vol 3 No 2 (2022): Jurna Az-Zawajir
Publisher : Institute Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57113/jaz.v3i2.285

Abstract

Penelitian ini berjudul “pembagian warisan dari sisi bagian anak laki-laki dan perempuan dan modifikasinya dalam hukum positif dunia islam. Penelitian ini dilatar belakangi tentang pembagian warisan anak laki laki dan perempuan dari segi keadilannya dilihat dari segi hukum positif dalam dunia islam. Dalam memabahas permasalah ini, penulis melakukan penelitian book survey (survey book), yaitu melakukan penelitian perpuastakaan dengan mengumpul data lewat buku – buku, jurnal, makalah, artikel,dll terhadap permasalah pembagian warisan anak laki laki dan perempuan. Dari hasil penelitian ini dapat penulis simpulkan Hukum pewarisan Islam dibina berdasarkan kepada nas yang kuat yaitu ayat-ayat al-Quran yang bersifat Qat’i al-Wurud dan Qat’i al-Dalalah. Al-Syatibi menyatakan, ketentuan al-Quran yang kandungannya ibadah atau bukan yang telah dirincikan di dalamnya seperti hukum pewarisan ini perlu diterima secara ta’abbudy atau taken for granted. Dalam sistem pewarisan ini, jelas bahawa secara Qat’i al-Dalalah ayat 11 Surah al-Nisa adalah muktamad bahawa bagian anak laki-laki itu adalah lebih dari bagian anak perempuan. Justeru itu tidak timbul soal modifikasinya untuk menyamaratakan . Ia tidak dapat menerima ijtihad walaupun pihak Muslim liberal cuba dengan apa cara untuk menakwilkannya dari sudut yang berbeda.