Perjanjian merupakan aspek krusial dalam hukum bisnis yang berlandaskan pada prinsip kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Prinsip ini memberikan fleksibilitas bagi para pihak untuk merancang, menentukan isi, serta menyepakati ketentuan perjanjian sesuai dengan kepentingan mereka, selama tidak bertentangan dengan hukum, kepatutan, dan ketertiban umum. Praktiknya, kebebasan berkontrak sering kali mengalami benturan dengan prinsip kepastian hukum, terutama ketika terjadi ketimpangan dalam hubungan hukum antara para pihak, seperti dalam perjanjian baku yang lebih menguntungkan pihak yang memiliki posisi dominan. Ketimpangan ini berpotensi menimbulkan permasalahan hukum terkait validitas dan pelaksanaan perjanjian bisnis. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keterkaitan antara kebebasan berkontrak dan kepastian hukum dalam perjanjian bisnis serta menganalisis batasan-batasan hukum yang mengatur keduanya. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan normatif melalui kajian peraturan perundang-undangan serta analisis terhadap berbagai putusan pengadilan terkait sengketa perjanjian bisnis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun kebebasan berkontrak merupakan hak fundamental bagi pelaku usaha, tetap diperlukan adanya pembatasan hukum guna menciptakan keseimbangan dan melindungi pihak yang lebih rentan dalam transaksi bisnis. Regulasi dalam kondisi tertentu yang diterapkan oleh negara menjadi esensial untuk memastikan bahwa perjanjian yang dibuat tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga mencerminkan prinsip keadilan serta menjamin kepastian hukum bagi seluruh pihak, diperlukan peraturan yang lebih adaptif dan selaras dengan perkembangan bisnis modern agar kebebasan berkontrak tetap dapat dijalankan tanpa mengesampingkan perlindungan hukum serta kepastian bagi para pihak yang terlibat.