Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

MODEL INSTRUMEN YURIDIS PENGUSAHAAN INDUSTRI ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL Hakim, Arief Rachman; Pratiwi, Yulita Dwi; Sugiastari, Yuanita Putri
Bina Hukum Lingkungan Vol. 7 No. 1 (2022): Bina Hukum Lingkungan, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2022
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengusahaan energi di Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil dan energi habis pakai, yang ketersediaannya semakin menipis. Di sisi lain Indonesia memiliki keuntungan besar atas letaknya di Ring of fire dengan berbagai potensi sumber energi lainnya. Transisi energi ke energi baru terbarukan (EBT) sedang menjadi perhatian dunia maupun pemerintah Indonesia. Ketidaktersediaan payung hukum akan menyebabkan chaos dalam pengusahaan EBT, khususnya mengenai pengusahaannya. Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji pengaturan industri pengusahaan EBT dan model instrumen yuridis pengusahaan energi EBT dalam mewujudkan ketahanan energi nasional. Penyusunan artikel ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual dan perbandingan hukum. EBT memiliki karakteristik yang berbeda dengan migas maupun pertambangan lainnya. Beberapa negara seperti Jerman, Malaysia dan Philipina memiliki pengaturan khusus dalam bentuk Renewable Energy Act. Pengaturan di Indonesia masih bersifat sektoral dan bertumpu pada peraturan menteri semata. Dimana kebijakan dalam peraturan menteri mudah mengalami perubahan dan rentan dengan berbagai kepentingan. Melihat karakteristik EBT, model pengusahaan yang tepat ialah dengan menggunakan sistem perizinan. Perizinan dinilai dapat memberikan kedudukan pemerintah sebagai main control dalam pengusahaan. Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan sepihak dalam pengelolaan dan pengawasan pengusahaan EBT yang sesuai dengan prinsip-prinsip dalam SDG’s. Sebaliknya, apabila pengusahaan EBT dengan sistem kontrak maka kedudukan pemerintah dengan pelaku usaha menjadi setara (equality rights). Hal tersebut berimplikasi pada terbatasnya gerak pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi nasional
MODEL INSTRUMEN YURIDIS PENGUSAHAAN INDUSTRI ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL Hakim, Arief Rachman; Pratiwi, Yulita Dwi; Sugiastari, Yuanita Putri
Bina Hukum Lingkungan Vol. 7 No. 1 (2022): Bina Hukum Lingkungan, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2022
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengusahaan energi di Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil dan energi habis pakai, yang ketersediaannya semakin menipis. Di sisi lain Indonesia memiliki keuntungan besar atas letaknya di Ring of fire dengan berbagai potensi sumber energi lainnya. Transisi energi ke energi baru terbarukan (EBT) sedang menjadi perhatian dunia maupun pemerintah Indonesia. Ketidaktersediaan payung hukum akan menyebabkan chaos dalam pengusahaan EBT, khususnya mengenai pengusahaannya. Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji pengaturan industri pengusahaan EBT dan model instrumen yuridis pengusahaan energi EBT dalam mewujudkan ketahanan energi nasional. Penyusunan artikel ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual dan perbandingan hukum. EBT memiliki karakteristik yang berbeda dengan migas maupun pertambangan lainnya. Beberapa negara seperti Jerman, Malaysia dan Philipina memiliki pengaturan khusus dalam bentuk Renewable Energy Act. Pengaturan di Indonesia masih bersifat sektoral dan bertumpu pada peraturan menteri semata. Dimana kebijakan dalam peraturan menteri mudah mengalami perubahan dan rentan dengan berbagai kepentingan. Melihat karakteristik EBT, model pengusahaan yang tepat ialah dengan menggunakan sistem perizinan. Perizinan dinilai dapat memberikan kedudukan pemerintah sebagai main control dalam pengusahaan. Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan sepihak dalam pengelolaan dan pengawasan pengusahaan EBT yang sesuai dengan prinsip-prinsip dalam SDG’s. Sebaliknya, apabila pengusahaan EBT dengan sistem kontrak maka kedudukan pemerintah dengan pelaku usaha menjadi setara (equality rights). Hal tersebut berimplikasi pada terbatasnya gerak pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi nasional