Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Harmonisasi Perlindungan Harta Kekayaan Anak dalam Perwalian melalui Penguatan Peran Wali Pengawas Pratiwi, Yulita Dwi
Jurnal Suara Hukum Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/jsh.v1n1.p61-90

Abstract

Guardianship is the supervision of children who are no longer under the authority of their parents, and the management of objects or property of the children carried out by the guardian. In carrying out their duties, the guardian is supervised by the guardian supervisor, which based on Article 366 Indonesian Civil Code, the authority is given to the Weskamer. This office is one of the technical implementation units under the Ministry of Law and Human Rights. However, the supervision process can hardly be carried out by the Weskamer, that relates to its role that requires synergy with the role of other institutions. It shows that there is disharmony in the implementation of protection of children's assets in guardianship, which eliminates the element of supervision by the state through the Weskamer. Therefore, an idea is needed in harmonizing the protection of children's assets in guardianship through strengthening the role of guardian. This research uses normative method which is a part of legal research. Normative legal research aims to find solutions to juridical problems that arise from legal issues and provide prescriptions on these legal issues. Based on the results of the study, systematic and concrete steps are needed to improve the rules by harmonizing laws as well as institutions regarding the protection of the assets of the children by strengthening the role of guardian supervisor.  
Kekuatan Hukum Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi Mengenai Penjabat Kepala Daerah Hakim, Arief Rachman; Pratiwi, Yulita Dwi; Syahrir, Syahrir; Aliansa, Wahyu; Palupi, Aisyah Anudya
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 6 No. 1 (2023): APRIL
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v6i1.5853

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis kekuatan hukum dan eksekutorial dari pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi pada Putusan Nomor 15/PUU-XX/2022. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan pendekatan konseptual, pendekatan kasus dan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertimbangan hukum Putusan 15/PUU-XX/2022 memiliki kekuatan hukum sebagaimana putusan MK yang memiliki sifat final and binding sejak diucapkan oleh hakim karena memiliki substansi sebagai ratio decidendi bukan sebagai obiter dictum. Kekuatan eksekutorial hukum pertimbangan hakim yang dianggap menciptakan hukum baru. Urgensi adanya peraturan pelaksana dari Pasal 201 UU Pilkada guna mengantisipasi konflik kepentingan dalam penunjukan kepala daerah, yang diharapkan dapat memenuhi prinsip kedaulatan rakyat, pilkada demokratis, persamaan kedudukan dan kepastian hukum yang adil kepastian hukum dan kemanfaatan bagi masyarakat.
MODEL INSTRUMEN YURIDIS PENGUSAHAAN INDUSTRI ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL Hakim, Arief Rachman; Pratiwi, Yulita Dwi; Sugiastari, Yuanita Putri
Bina Hukum Lingkungan Vol. 7 No. 1 (2022): Bina Hukum Lingkungan, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2022
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengusahaan energi di Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil dan energi habis pakai, yang ketersediaannya semakin menipis. Di sisi lain Indonesia memiliki keuntungan besar atas letaknya di Ring of fire dengan berbagai potensi sumber energi lainnya. Transisi energi ke energi baru terbarukan (EBT) sedang menjadi perhatian dunia maupun pemerintah Indonesia. Ketidaktersediaan payung hukum akan menyebabkan chaos dalam pengusahaan EBT, khususnya mengenai pengusahaannya. Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji pengaturan industri pengusahaan EBT dan model instrumen yuridis pengusahaan energi EBT dalam mewujudkan ketahanan energi nasional. Penyusunan artikel ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual dan perbandingan hukum. EBT memiliki karakteristik yang berbeda dengan migas maupun pertambangan lainnya. Beberapa negara seperti Jerman, Malaysia dan Philipina memiliki pengaturan khusus dalam bentuk Renewable Energy Act. Pengaturan di Indonesia masih bersifat sektoral dan bertumpu pada peraturan menteri semata. Dimana kebijakan dalam peraturan menteri mudah mengalami perubahan dan rentan dengan berbagai kepentingan. Melihat karakteristik EBT, model pengusahaan yang tepat ialah dengan menggunakan sistem perizinan. Perizinan dinilai dapat memberikan kedudukan pemerintah sebagai main control dalam pengusahaan. Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan sepihak dalam pengelolaan dan pengawasan pengusahaan EBT yang sesuai dengan prinsip-prinsip dalam SDG’s. Sebaliknya, apabila pengusahaan EBT dengan sistem kontrak maka kedudukan pemerintah dengan pelaku usaha menjadi setara (equality rights). Hal tersebut berimplikasi pada terbatasnya gerak pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi nasional
POLITIK HUKUM PENETAPAN WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN DAN PENANGKAPAN IKAN TERUKUR DALAM PEMBANGUNAN SUMBER DAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN Pratiwi, Yulita Dwi; Saputra, Dimas Eri; Tallo, Daniel Kevin Octovianus; Dewanti, Erza Tania
Bina Hukum Lingkungan Vol. 6 No. 3 (2022): Bina Hukum Lingkungan, Volume 6, Nomor 3, Juni 2022
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (294.239 KB)

Abstract

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 18/PERMEN-KP/2014 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, WPPNRI dibagi menjadi 11 (sebelas) wilayah pengelolaan perikanan. Dari pembagian zona dan kuota tersebut antara badan usaha dan nelayan lokal/setempat akan berpotensi menimbulkan gap. Penangkapan ikan terukur sendiri secara eksplisit tidak disebutkan baik dalam UU Cipta Kerja maupun PP 27/2021. Dalam segi payung hukum, penerapan kebijakan ini dinilai belum siap. Hal yang harus diperhatikan ialah amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVII/2020 yang menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau legal research. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penangkapan Ikan Terukur dari perspektif tujuan pembangunan sumber daya perikanan sudah sesuai dengan prinsip keberlanjutan dan demokrasi ekonomi sesuai Pasal 33 ayat (4) UUD NRI 1945. Dari segi pembangunan keberlanjutan ekologi, jangka waktu kontrak dalam pengelolaan sumber daya perikanan khususnya di WPPNRI yang telah overfishing perlu dikaji kembali.
MODEL INSTRUMEN YURIDIS PENGUSAHAAN INDUSTRI ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL Hakim, Arief Rachman; Pratiwi, Yulita Dwi; Sugiastari, Yuanita Putri
Bina Hukum Lingkungan Vol. 7 No. 1 (2022): Bina Hukum Lingkungan, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2022
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengusahaan energi di Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil dan energi habis pakai, yang ketersediaannya semakin menipis. Di sisi lain Indonesia memiliki keuntungan besar atas letaknya di Ring of fire dengan berbagai potensi sumber energi lainnya. Transisi energi ke energi baru terbarukan (EBT) sedang menjadi perhatian dunia maupun pemerintah Indonesia. Ketidaktersediaan payung hukum akan menyebabkan chaos dalam pengusahaan EBT, khususnya mengenai pengusahaannya. Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji pengaturan industri pengusahaan EBT dan model instrumen yuridis pengusahaan energi EBT dalam mewujudkan ketahanan energi nasional. Penyusunan artikel ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual dan perbandingan hukum. EBT memiliki karakteristik yang berbeda dengan migas maupun pertambangan lainnya. Beberapa negara seperti Jerman, Malaysia dan Philipina memiliki pengaturan khusus dalam bentuk Renewable Energy Act. Pengaturan di Indonesia masih bersifat sektoral dan bertumpu pada peraturan menteri semata. Dimana kebijakan dalam peraturan menteri mudah mengalami perubahan dan rentan dengan berbagai kepentingan. Melihat karakteristik EBT, model pengusahaan yang tepat ialah dengan menggunakan sistem perizinan. Perizinan dinilai dapat memberikan kedudukan pemerintah sebagai main control dalam pengusahaan. Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan sepihak dalam pengelolaan dan pengawasan pengusahaan EBT yang sesuai dengan prinsip-prinsip dalam SDG’s. Sebaliknya, apabila pengusahaan EBT dengan sistem kontrak maka kedudukan pemerintah dengan pelaku usaha menjadi setara (equality rights). Hal tersebut berimplikasi pada terbatasnya gerak pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi nasional
POLITIK HUKUM PENETAPAN WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN DAN PENANGKAPAN IKAN TERUKUR DALAM PEMBANGUNAN SUMBER DAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN Pratiwi, Yulita Dwi; Saputra, Dimas Eri; Tallo, Daniel Kevin Octovianus; Dewanti, Erza Tania
Bina Hukum Lingkungan Vol. 6 No. 3 (2022): Bina Hukum Lingkungan, Volume 6, Nomor 3, Juni 2022
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 18/PERMEN-KP/2014 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, WPPNRI dibagi menjadi 11 (sebelas) wilayah pengelolaan perikanan. Dari pembagian zona dan kuota tersebut antara badan usaha dan nelayan lokal/setempat akan berpotensi menimbulkan gap. Penangkapan ikan terukur sendiri secara eksplisit tidak disebutkan baik dalam UU Cipta Kerja maupun PP 27/2021. Dalam segi payung hukum, penerapan kebijakan ini dinilai belum siap. Hal yang harus diperhatikan ialah amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVII/2020 yang menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau legal research. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penangkapan Ikan Terukur dari perspektif tujuan pembangunan sumber daya perikanan sudah sesuai dengan prinsip keberlanjutan dan demokrasi ekonomi sesuai Pasal 33 ayat (4) UUD NRI 1945. Dari segi pembangunan keberlanjutan ekologi, jangka waktu kontrak dalam pengelolaan sumber daya perikanan khususnya di WPPNRI yang telah overfishing perlu dikaji kembali.