Artikel ini mengkaji konsep filsafat pendidikan Islam dan dampaknya terhadap pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Filsafat, yang berasal dari kata Yunani kuno “philos” (cinta) dan “sophia” (kebijaksanaan), memiliki makna yang luas dan telah diuraikan oleh berbagai filsuf seperti Plato, Aristoteles, Al Farabi, dan Immanuel Kant, yang masing-masing menawarkan sudut pandang berbeda mengenai hakikat kebenaran dan pengetahuan. Dalam konteks pendidikan, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk mengembangkan potensi individu baik secara spiritual, intelektual, maupun sosial. Pendidikan Islam, yang didasarkan pada ajaran Nabi Muhammad dan Al-Qur’an, bertujuan mengubah sikap dan perilaku individu agar selaras dengan nilai-nilai Islam. Para cendekiawan seperti Muzzayin dan Zuhairini, serta Abuddin Nata, memberikan berbagai pandangan mengenai filsafat pendidikan Islam, mencakup analisis permasalahan pendidikan, kurikulum, metode pengajaran, dan lingkungan pendidikan berdasarkan Al-Qur’an dan hadits. Penerapan filsafat pendidikan Islam dalam layanan bimbingan dan konseling di SMK melibatkan pendekatan holistik yang mencakup aspek spiritual, emosional, intelektual, dan fisik; penerapan prinsip tauhid; penekanan pada etika dan moral Islam; serta pendekatan preventif dan kuratif. Dengan mengintegrasikan filsafat pendidikan Islam dalam layanan bimbingan dan konseling di SMK, diharapkan siswa tidak hanya mencapai prestasi akademis, tetapi juga menjadi individu yang utuh, berintegritas, dan mampu menjalani kehidupan dengan bijaksana sesuai ajaran Islam.