Kiftiawati, Kiftiawati Kiftiawati
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Relasi Kuasa dalam Novel Gadis Pesisir Karya Nunuk Y. Kusmiana: Kajian Hegemoni Antonio Gramsci Rosyidah, Yuni Kholifatul; Hanum, Irma Surayya; Kiftiawati, Kiftiawati Kiftiawati
Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Budaya Vol 7, No 3 (2023): Juli 2023
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/jbssb.v7i3.8460

Abstract

Rosyidah, Yuni Kholifatul. 2022. Relasi Kuasa dalam Novel Gadis Pesisir Karya Nunuk Y. Kusmiana: Kajian Hegemoni Antonio Gramsci. Skrispi. Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman. Pembimbing I: Irma Surayya Hanum, S.S., M.Pd. Pembimbing II: Kiftiawati, S.S., M. Hum. Ketimpangan sosial merupakan permasalahan di Indonesia yang terjadi di beberapa wilayah dan tidak mudah untuk diselesaikan. Keadaan sosial tersebut dituangkan oleh penulis dalam karya sastra novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana yang menarik untuk dikaji karena banyak menggambarkan kehidupan sosial masyarakat khususnya di Jayapura. Tujuan penelitian ini adalah (1) menguraikan fakta cerita dalam novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana, (2) menguraikan relasi kuasa dalam novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana, dan (3) menguraikan bentuk kontra hegemoni yang terjadi dalam novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana.Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan melalui pendekatan kualitatif deskriptif. Data penelitian adalah kata, frasa, dan kutipan kalimat yang merujuk pada sumber data berupa novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik baca dan catat. Proses selanjutnya adalah memberikan interpretasi dengan mempertimbangkan pendekatan yang digunakan. Teknik analisis data penelitian yang digunakan melalui tahap reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bentuk kelas sosial terbagi atas masyarakat yang berintelektual tinggi dan masyarakat yang berintelektual rendah. Keuntungan dan kemudahan akses dengan mudah didapatkan oleh kelas yang berkuasa. Masyarakat yang berasal dari kelas bawah menerima secara suka rela terhadap kebijakan yang berlaku. Relasi kuasa yang ada menunjukkan adanya masyarakat yang dikategorikan sebagai hegemoni merosot (decadent). Bentuk kontra hegemoni juga tampak dalam perilaku beberapa tokoh. Akan tetapi, pemberontakan yang mereka lakukan tidak bisa berjalan dengan mulus karena banyaknya masyarakat yang pemikirannya telah terarahkan dengan peraturan di kampung tersebut.  Kata Kunci: hegemoni Antonio Gramsci, novel, relasi kuasa 
ANALISIS MANTRA PESTA PANEN ADAT LOMPLAI SUKU DAYAK WEHEA DI DESA NEHAS LIAH BING KABUPATEN KUTAI TIMUR KAJIAN SEMIOTIKA Putra, Aslam Cahya; kiftiawati, kiftiawati kiftiawati; purwanti, purwanti purwanti
Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Budaya Vol 7, No 4 (2023): Oktober 2023
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/jbssb.v7i4.9526

Abstract

Aslam Cahya Putra, Kiftiawati, PurwantiProgram Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu BudayaUniversitas MulawarmanEmail: aslamr074@gmail.com  ABSTRAKKata kunci: suku dayak wehea, mantra, lomplai, sastra lisanSuku Dayak merupakan salah satu dari banyaknya suku di Indonesia. Selain terdiri dari banyak sub-suku, Suku Dayak juga kaya budaya. Salah satunya, Suku Dayak Wehea yang memiliki sebuah upacara pesta panen yang diadakan setahun sekali yaitu Lomplai. Tari-tarian dan pembacaan mantra yang menjadi salah satu keunikan acara ini. Penelitian ini berjudul “Analisis Mantra Pesta Panen Adat Lomplai Suku Dayak Wehea di Desa Nehas Liah Bing Kabupaten Kutai Timur Kajian Semiotik”. Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah (1) bagaimana bentuk mantra yang digunakan dalam upacara adat Lomplai?, dan (2) bagaimana makna mantra yang digunakan dalam upacara adat Lomplai? Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Data dalam penelitian ini ialah kata, frasa, klausa, ataupun kalimat yang terdapat dalam objek penelitian yaitu mantra. Sumber data dalam penelitian ini adalah informan-informan yang diwawancarai oleh peneliti yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan sehingga menghasilkan keputusan narasumber yaitu kepala adat Suku Dayak Wehea, para pelaku tetap upacara adat Lomplai, dan kepala Desa Nehas Liah Bing. Waktu penelitian di lapangan menghabiskan waktu selama 12 hari kerja. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, kemudian wawancara. Kemudian dilakukan pula dokumentasi untuk pengambilan beberapa gambar dan video (jika ada) dan selanjutnya mentranskrip data. Transkripsi data yaitu mengubah bentuk data dari lisan menjadi tulisan. Hasil wawancara yang telah diperoleh yang diolah menjadi teks yang selanjutnya dianalisis menggunakan teori yang ada.Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu (1) bentuk mantra berbentuk puisi. Analisis bentuk membawa peneliti pada kesimpulan bahwa semua mantra dalam upacara ini memiliki sifat mengeksplorasi bunyi, mengandung repetisi, memiliki rima yang hampir sama di tiap barisnya, dan diyakni masyarakat memiliki efek perubahan, dan (2) makna yang terkandung dalam mantra-mantra yang ada yaitu memuji dan meminta kehadiran para leluhur dalam upacara, memohon untuk melindungi padi dari hama, mengantar “pulang” roh-roh padi yang telah mati karena hama, penolak bala atau doa agar dijauhkan dari hal-hal buruk, dan berserah diri kepada leluhur dan dewa-dewa yang mereka yakini.   ABSTRACT Key Words: dayak wehea tribe, spell, lomplai, oral literature The Dayak tribe is one of many tribes which exist in Indonesia. Not only it has a sub-tribe, but the Dayak tribe is also rich in its culture. One of them was the Dayak Wehea tribe which has their harvest ceremony which was celebrated once a year, named Lomplai. The choreographies and the spell reading are one of the uniqueness that exists in this ceremony. This research entitled “The Analysis of The Harvest Ceremony’s Spell Lomplai Tradition The Dayak Wehea Tribe in Nehas Liah Bing village Kutai Timur Regency The Semiotic Study”. Research questions that formed in this research are (1) How the form of the spell was used in the Lomplai tradition ceremony?, and (2) How the meaning of the spell was used in the Lomplai tradition ceremony?This research is based on field research by using qualitative research as an approach. The data in this research is based on the words, phrases, clauses, or sentences that exist in the object of this research, which is the spell. The source of the data in this research is based from the informants interviewed by the writer selected based on the predetermined criteria hence to obtain the decision of the said informants, which are the Head Village of the Dayak Wehea tribe, The permanent executor of the ceremony Lomplai tradition, and the head Village Nehas Liah Bing. Research time took 12 working days in the field. The data collection techniques used required observation techniques and then interviews. Documentations are also carried out by taking several pictures and videos (if necessary or needed) and then transcribing the data. On top of that, the data transcription is changing the form of the data from spoken to interview. The interview managed to give its results obtained to be processed into the text, which is then analyzed by using the existing theory.The result from this research indicates that (1) The form of the spell is based on the poem. The analysis of the form leads the writers to conclude that each spell in this ceremony event has its personality to exploit the sound, contains repetition, has similar rhyme in each of its linear, and believed by the people that it has the effectiveness to change, and (2) The meanings contained in the spells are praising and asking for the presence of the ancestors of the ceremony, to beg them to protect their rice field from the pests, therefore to take “home” the spirits of the rice which have died because of the pests, thus repelling reinforcements or praying to be kept away from bad things. Which hope to surround themselves with their ancestors and the Gods they believe in.