Downtime merupakan waktu tidak berfungsinya mesin akibat kegagalan mekanik dan elektrik serta kerusakan pada penstock, waterway, dan DAS, yang berdampak pada efisiensi dan produksi energi di PLTM Cikaengan-2 dengan kapasitas terpasang 7,2 MW (2 unit, masing-masing 3,6 MW) dan faktor kapasitas 75%. Penelitian ini menggunakan metode Specific Water Consumption (SWC), Failure Mode Effect and Analysis (FMEA), Overall Equipment Effectiveness (OEE), Break Event Point (BEP), dan Return on Investment (ROI) untuk menganalisis efisiensi, keandalan, dan dampak downtime terhadap energi dan ekonomi. Hasil menunjukkan bahwa SWC target (1,0735 m³/MWh) tidak tercapai pada 2022 (0,9815 m³/MWh) dan 2023 (0,9632 m³/MWh), namun membaik pada 2024 (1,0648 m³/MWh). Kerugian energi akibat downtime tercatat sebesar 1.110,862 MWh (2022), 1.937,417 MWh (2023), dan 35,827 MWh hingga Juni 2024, dengan penyebab utama pada penstock (2022: 60,57%) dan DAS (2023: 70,89%). Penalti 15% akibat ketidaksanggupan memenuhi DOP > 73% menghasilkan kerugian finansial Rp5,80 miliar (2022), Rp6,98 miliar (2023), dan Rp3,10 miliar (2024). BEP maksimum dengan penalti tercapai dalam 10,97 tahun (ROI 8,14%), sementara BEP aktual dengan pertumbuhan produksi 14% membutuhkan 18–20 tahun. Pertumbuhan produksi 27% diperlukan untuk menyamai skenario maksimum dengan BEP 11 tahun dan ROI 22,25% tanpa penalti. Secara keseluruhan, downtime, variabilitas RPN, dan kebutuhan pertumbuhan produksi energi 27% secara signifikan memengaruhi efisiensi, keandalan, serta kelayakan finansial PLTM sesuai permen ESDM No.10 Tahun 2017.Kata Kunci—Downtime, Kerugian Energi, Kerugian Ekonomis, Pembangkit Listrik Minihidro (PLTM)