Pada periode Zaman Kegelapan di Eropa (abad ke-5 hingga ke-15 M), terjadi kemunduran signifikan dalam berbagai aspek, termasuk ilmu pengetahuan. Sementara itu, dunia Islam mengalami Zaman Keemasan, dengan perkembangan pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kontras ini memunculkan pertanyaan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi Khalifah Al-Ma'mun dalam mengembangkan Bayt al-Hikmah melalui kebijakan toleransi dan semangat mencari kebenaran, serta bagaimana kebijakan ini berkontribusi pada keberhasilan dan kemajuan ilmu pengetahuan di Bayt al-Hikmah. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis-kualitatif dengan menelusuri literatur dan sumber-sumber sejarah yang mendokumentasikan kebijakan Al-Ma'mun, kontribusi para ilmuwan non-Muslim, serta dampak kebijakan tersebut terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di Bayt al-Hikmah. Strategi Al-Ma'mun melibatkan penerapan kebijakan toleransi yang tidak membedakan ras, suku, bahasa, atau agama, serta semangat mencari kebenaran dari berbagai sumber. Kebijakan ini menarik ilmuwan dari berbagai latar belakang untuk berkumpul di Bayt al-Hikmah, menciptakan lingkungan intelektual yang inklusif dan dinamis. Kontribusi signifikan dari ilmuwan non-Muslim seperti Hunain ibn Ishaq dan Thabit ibn Qurra menunjukkan keberhasilan kebijakan ini. Kebijakan toleransi dan semangat mencari kebenaran yang diterapkan oleh Al-Ma'mun memainkan peran kunci dalam menjadikan Bayt al-Hikmah sebagai pusat intelektual terkemuka. Hal ini menunjukkan bahwa inklusivitas dan kebebasan intelektual dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban.