Penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena quarter life crisis yang dialami oleh generasi Z, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dan dampaknya. Menurut Arnett (2000), fase emerging adulthood atau lebih familiar dengan sebutan quarter life crisis terjadi pada usia 18 hingga 30 tahun dan ditandai dengan kecemasan mengenai tanggung jawab masa depan sebagai orang dewasa. Erikson (1994) menyebut fase ini sebagai krisis "intimasi vs. isolasi" yang mengindikasikan kesulitan dalam menjalin hubungan dekat dan menghindari kesepian. Kajian literatur ini didasarkan pada studi-studi kuantitatif dan kualitatif yang membahas berbagai aspek quarter life crisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa quarter life crisis pada generasi Z dipengaruhi oleh dukungan sosial, penggunaan media sosial, kesejahteraan psikologis, dan kondisi ekonomi. Dukungan sosial dari keluarga dan teman memiliki peran signifikan dalam membantu individu mengatasi krisis ini, namun penggunaan media sosial yang berlebihan dapat memperburuk perasaan tidak memadai dan stres. Selain itu, kesejahteraan psikologis yang baik dapat mengurangi dampak negatif quarter life crisis. Di sisi lain, ketidakstabilan ekonomi juga menjadi faktor utama yang memperparah krisis ini. Dampak quarter life crisis meliputi tekanan emosional, konflik sosial, dan kebingungan profesional, yang semuanya berkontribusi pada perasaan cemas dan ketidakpastian masa depan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa quarter life crisis adalah fenomena kompleks yang mempengaruhi generasi Z secara signifikan. Dukungan sosial yang baik dan pengembangan keterampilan adaptif, generasi ini memiliki peluang untuk tumbuh dan berkembang melalui kesadaran diri dan inovasi. Pendekatan holistik yang melibatkan dukungan keluarga, teman, dan lingkungan sosial yang positif diperlukan untuk membantu generasi Z menghadapi tantangan ini dengan lebih percaya diri dan optimis.