Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

RESILIENSI DALAM PERNIKAHAN: PEREMPUAN DENGAN PASANGAN PETER PAN SYNDROME Sutarjo, Triyani; Pratiwi, Shinta; Iswindari, Mulya Virgonita
Jurnal Psikologi Malahayati Vol 7, No 2 (2025): Jurnal Psikologi Malahayati
Publisher : Program Studi Psikologi Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jpm.v7i2.17119

Abstract

AbstrakPernikahan adalah ikatan legal dan resmi antara dua individu. Menurut hukum, berbagai hak dan kewajiban pasangan diatur melalui pernikahan. Istri memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti suami. Namun perempuan dengan pasangan Peter Pan Syndrome mengalami tekanan emosi berkepanjangan dan berdampak pada diri sendiri, anak dan pernikahan. Untuk mencegah pernikahan dalam situasi seperti ini, dibutuhkan pendekatan khusus agar terbentuk resiliensi. Tujuan penelitian adalah untuk mengeksplorasi resiliensi perempuan yang menikah dengan pasangan yang memiliki Peter Pan Syndrome Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menggunakan wawancara dan pengisian kuesioner. Jumlah peserta yang diambil melalui wawancara dan kuesioner adalah empat belas orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan utama perempuan dengan pasangan PPS mempertahankan pernikahan adalah pertimbangan anak. Mereka percaya bahwa menerima situasi sebagai takdir atau nasib. Perempuan lebih banyak menekan emosi dalam menjalani kehidupan, yang berdampak pada kesehatan mental, kemajuan pertumbuhan dan perkembangan anak yang kurang memuaskan. Implikasi penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru dalam upaya memahami dinamika pernikahan yang melibatkan Peter Pan Syndrome dan strategi resiliensi yang dapat diterapkan dan memberikan implikasi praktis yang signifikan bagi konselor pernikahan, psikolog, dan praktisi kesehatan mental dalam membantu pasangan yang menghadapi tantangan serupa. Kata Kunci: Resiliensi, Pernikahan, Peter Pan Syndrome, Perempuan AbstractMarriage is a legal and official bond between two individuals. According to law, various rights and obligations of partners are regulated through marriage. Wives have the same rights and obligations as husbands. However, women with Peter Pan Syndrome partners experience prolonged emotional stress and this has an impact on themselves, their children and their marriage. To prevent marriage in situations like this, a special approach is needed to build resilience. The aim of the research is to find out how women handle PPS partners so that they can survive. This research uses a qualitative approach using interviews and filling out questionnaires. The number of participants taken through interviews and questionnaires was fourteen people. The research results show that the main reason why women with PPS partners maintain their marriage is consideration of children. They believe that accepting situations as destiny or fate. Women suppress more emotions in living their lives, which has an impact on mental health, unsatisfactory growth and development of children. The implications of this research are expected to provide new insights in efforts to understand the dynamics of marriage involving Peter Pan Syndrome and the resilience strategies that can be applied. Keywords: Resilience, Marriage, Peter Pan Syndrome, Women
MEMAHAMI FENOMENA QUARTER LIFE CRISIS PADA GENERASI Z : TANTANGAN DAN PELUANG Ratih, Karina Widia; ISWINDARI, MULYA VIRGONITA; SHINTA, PRATIWI
Jurnal Kesehatan Tambusai Vol. 5 No. 3 (2024): SEPTEMBER 2024
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jkt.v5i3.28221

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena quarter life crisis yang dialami oleh generasi Z, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dan dampaknya. Menurut Arnett (2000), fase emerging adulthood atau lebih familiar dengan sebutan quarter life crisis terjadi pada usia 18 hingga 30 tahun dan ditandai dengan kecemasan mengenai tanggung jawab masa depan sebagai orang dewasa. Erikson (1994) menyebut fase ini sebagai krisis "intimasi vs. isolasi" yang mengindikasikan kesulitan dalam menjalin hubungan dekat dan menghindari kesepian. Kajian literatur ini didasarkan pada studi-studi kuantitatif dan kualitatif yang membahas berbagai aspek quarter life crisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa quarter life crisis pada generasi Z dipengaruhi oleh dukungan sosial, penggunaan media sosial, kesejahteraan psikologis, dan kondisi ekonomi. Dukungan sosial dari keluarga dan teman memiliki peran signifikan dalam membantu individu mengatasi krisis ini, namun penggunaan media sosial yang berlebihan dapat memperburuk perasaan tidak memadai dan stres. Selain itu, kesejahteraan psikologis yang baik dapat mengurangi dampak negatif quarter life crisis. Di sisi lain, ketidakstabilan ekonomi juga menjadi faktor utama yang memperparah krisis ini. Dampak quarter life crisis meliputi tekanan emosional, konflik sosial, dan kebingungan profesional, yang semuanya berkontribusi pada perasaan cemas dan ketidakpastian masa depan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa quarter life crisis adalah fenomena kompleks yang mempengaruhi generasi Z secara signifikan. Dukungan sosial yang baik dan pengembangan keterampilan adaptif, generasi ini memiliki peluang untuk tumbuh dan berkembang melalui kesadaran diri dan inovasi. Pendekatan holistik yang melibatkan dukungan keluarga, teman, dan lingkungan sosial yang positif diperlukan untuk membantu generasi Z menghadapi tantangan ini dengan lebih percaya diri dan optimis.