Kebakaran adalah salah satu jenis kecelakaan kerja yang serius, termasuk di Indonesia, yang dapat menyebabkan kerugian material dan nyawa. Di Aceh, kasus kebakaran di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Simpang Jam/Taman Sari Banda Aceh pada tahun 2017 menjadi contoh nyata akibat kurangnya pemahaman pekerja terhadap potensi bahaya Bahan Bakar Minyak (BBM) dan ketidakterampilan dalam penggunaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi penerapan Emergency Response Plan (ERP) di SPBU untuk menilai kesiapan dalam mencegah dan menangani kebakaran. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif untuk memahami fenomena secara mendalam. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen terkait ERP di empat SPBU di Banda Aceh. Penelitian ini menekankan pada sudut pandang subjek serta menggali proses dan makna dari penerapan ERP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam penerapan ERP di keempat SPBU. SPBU C memiliki implementasi ERP terbaik dengan struktur organisasi tanggap darurat yang jelas, SOP yang terstruktur, pelatihan rutin, simulasi, dan dukungan aktif dari tim Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (HSE). Sebaliknya, SPBU A dan SPBU B memiliki kelemahan dalam dokumentasi SOP dan pelatihan yang kurang terstruktur, sementara SPBU D memiliki SOP tetapi tanpa pengalaman langsung menghadapi kebakaran. Kesimpulan penelitian menyoroti perlunya peningkatan dokumentasi, pelatihan, dan sistem pelaporan darurat di sebagian besar SPBU untuk memastikan kesiapan menghadapi potensi kebakaran. Rekomendasi diberikan untuk perbaikan pelatihan dan penguatan struktur ERP agar setiap SPBU lebih tanggap terhadap keadaan darurat.