Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi peran Kejaksaan Republik Indonesia padaaspek penerapan pendekatan Restorative Justice (keadilan restoratif) sebagai bagian darikebijakan penuntutan, serta menilai efektivitasnya dalam mencegah terjadinya residivisme atautindak pidana ulang. Latar belakang penelitian berangkat dari kenyataan bahwa sistemperadilan pidana Indonesia selama ini lebih menekankan pada pendekatan retributive justiceyang bersifat menghukum, namun kurang memperhatikan aspek pemulihan sosial bagi pelakudan korban. Fenomena tingginya angka residivisme menunjukkan perlunya paradigma barupenegakan hukum yang lebih humanis, berkeadilan, dan bermanfaat sosial. Dalam konteks ini, Kejaksaan berperan penting sebagai lembaga negara yangmemegang asas dominus litis dalam menentukan arah penuntutan perkara pidana dan pelaksanaan prinsip opportuniteit sesuai Metode yang diterapkan dalam studi ini adalah pendekatan yuridis empiris dengan cara deskriptif-analitis. Penelitian ini meneliti pelaksanaan keadilan restoratif oleh pihak Kejaksaan bukan hanya dari aspek normatif, tetapi juga berdasarkan praktik nyata di lapangan. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan jaksa yang menangani perkara terkait penerapan keadilan restoratif, sedangkan data pendukung dihimpun dari ketentuan peraturan perundangundangan serta berbagai literatur dan jurnal hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Restorative Justice memberikan ruang bagi penyelesaian perkara pidana melalui perdamaian, pemulihan kerugian, dan kesanggupan pelaku untuk tidak mengulangi perbuatannya. Proses ini terbukti efektif dalam menekan angka residivisme karena menumbuhkan kesadaran moral pelaku serta memperkuat reintegrasi sosial. Kejaksaan tidak semata-mata menjalankan peran sebagai penuntut umum, tetapi juga bertindak sebagai pihak yang memfasilitasi proses perdamaian dengan tetap mempertahankan keseimbangan antarakepastian hukum, kemanfaatan, dan rasa keadilan substansif. Dengan demikian, Restorative Justice merupakan instrumen strategis dalam pembaruan hukum pidana Indonesia yang berorientasi pada nilai kemanusiaan dan pencegahan tindak pidana ulang.