Tradisi Turun Karai dilaksanakan setelah bayi berusia 40 hari dan ibu telah selesai dari masa nifas serta keduanya telah suci dari hadas. Pelaksanaan tradisi ini melibatkan proses mengayunkan bayi dan memberikan nama anak, yang disertai dengan nyanyian berupa bait-bait pantun dalam bahasa pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna tradisi Turun Karai dalam kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat pesisir di Kota Sibolga dan untuk mengetahui eksistensi tradisi Turun Karai di Kota Sibolga pada masyarakat tradisional dan modern. Teori yang digunakan adalah teori Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons. Metode yang digunakan dalam metode ini adalah penelitian kualitatif deskriptif.. Penelitian ini dilakukan di Kota Sibolga. Teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tradisi turun karai merupakan siklus kelahiran, memperkenalkan si anak untuk pertama kalinya menginjakkan kaki ke tanah. Didalam Tradisi turun karai juga terdapat beberapa nasehat- nasehat yang disampaikan dalam berupa nyanyian ayun-ayun tajak dimana ditujukan kepada sang anak yang usianya 40 hari setelah kelahirannya. Adapun nilai kearifan lokal pada tradisi Turun Karai, ialah nilai religius, sosial dan solidaritas,estetika, moral dan toleransi, pendidikan dan pelestarian budaya. Meskipun tradisi turun karai ini telah berlangsung lama, eksistensinya di era modern menghadapi berbagai tantangan. Globalisasi dan perkembangan teknologi informasi membawa perubahan dalam pola pikir dan gaya hidup masyarakat, terutama pada generasi muda. Hal ini dapat menyebabkanm berkurangnya minat dan pemahaman terhadap tradisi lokal seperti tradisi turun karai ini. Upaya pelestarian terus dilakukan oleh para tetua adat dan komunitas budaya setempat untuk memastikan tradisi ini tetap hidup dan diwariskan kepada generasi berikutnya