Penyelidikan dan penyidikan merupakan dua tahap awal yang sangat penting dalam sistem peradilan pidana Indonesia karena menentukan arah dan keberhasilan proses penegakan hukum. Tahapan ini menjadi dasar untuk menemukan kebenaran materiil serta menjamin perlindungan hak asasi manusia dalam setiap tindakan aparat penegak hukum. Berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyelidik merupakan pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berwenang mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, sedangkan penyidik adalah pejabat kepolisian atau pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melaksanakan penyidikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara komprehensif pengaturan kewenangan penyelidikan dan penyidikan dalam sistem peradilan pidana Indonesia, serta menelaah batas kewenangan penyidik dalam menghentikan penyidikan, khususnya yang didasarkan pada alasan pembelaan terpaksa (noodweer). Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan seperti KUHAP dan KUHP, serta literatur hukum yang relevan mengenai praktik penghentian penyidikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Hasil kajian menunjukkan bahwa kewenangan penghentian penyidikan oleh penyidik diatur secara limitatif dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yaitu apabila tidak terdapat cukup bukti, peristiwa bukan merupakan tindak pidana, atau penyidikan dihentikan demi hukum. Dalam konteks pembelaan terpaksa, tindakan pelaku yang dilakukan untuk mempertahankan diri dari serangan yang melawan hukum dapat menjadi dasar penghentian penyidikan karena dihapusnya unsur melawan hukum dalam perbuatannya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa batasan kewenangan penyidik dalam menghentikan penyidikan merupakan instrumen penting untuk menjamin kepastian hukum, mencegah penyalahgunaan wewenang, dan melindungi hak asasi manusia. Penerapan prinsip noodweer sebagai alasan penghentian penyidikan juga menunjukkan bahwa sistem hukum pidana Indonesia tidak hanya menegakkan keadilan secara formal, tetapi juga memberikan perlindungan substantif terhadap hak individu dalam situasi terpaksa.