Latar belakang: Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka, yang berfungsi untuk bahan bakar bagi proses metabolisme dan juga sumber energi utama bagi otak. Terjadinya kadar glukosa darah yang tinggi dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh akibatnya tubuh sulit untuk melawan infeksi. Selain itu juga, dapat meningkatkan virulensi beberapa patogen, penurunan produksi interleukin, pengurangan kemotaksis dan pengurangan aktivitas fagositosis, sehingga rentan terjadi infeksi salah satunya adalah Dermatofitosis. Dematofitosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofita yang menyerang jaringan mangandung keratin seperti, kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis. Di Indonesia prevalensi kejadian dermatofitosis sebanyak 52% dari seluruh kasus dermatomikosis. Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui hubungan kadar glukosa darah dengan kejadian dermatofitosis di Poli Klinik RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Metode: Metode penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah semua pasien kulit kelamin dan menyetujui informed consent. Data dikumpulkan melalui pemeriksaan fisik oleh dokter spesialis kulit kelamin, pemeriksaan KOH 10%, dan alat glukometer. Analisis statistik dilakukan untuk menentukan hubungan antara kadar glukosa darah dengan kejadian Dermatofitosis. Hasil: Berdasarkan hasil analisis statistik uji korelasi menunjukkan bahwa nilai chi-square p-value sebesar 0,164. Nilai signifikan tersebut menunjukan p>0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar glukosa darah dengan krjadian dermatofitosis di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar glukosa darah dengan kejadian dermatofitosis di Poli Klinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Kata kunci: Dermatofitosis, Kadar Glukosa Darah, Infeksi Jamur