This study aims to analyze the strategic leadership roles in enhancing the information technology competence of Teungku in Salafi Dayah of Aceh Besar. Employing a descriptive qualitative approach, the research was conducted at Dayah Thalibul Huda and Dayah Raudhatul Qur’an using participatory observation and in-depth interviews with purposively selected leaders and teachers. The findings reveal that dayah leaders serve as initiators, motivators, and facilitators in driving digital transformation within the traditional Islamic educational context. Their strategies include contextual training, institutional restructuring, and the internalization of Islamic values in the use of technology. Supporting factors consist of leadership commitment, the active role of younger teachers, external partnerships, and basic IT infrastructure. Major obstacles include low digital literacy, cultural resistance, limited technical support, and heavy workloads. These findings underscore the importance of value-based and contextual leadership in integrating technology while preserving the traditional identity of Islamic boarding schools. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran strategis kepemimpinan dalam meningkatkan kompetensi teknologi informasi (TI) para Teungku di Dayah Salafi Aceh Besar. Menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, studi ini dilakukan di Dayah Thalibul Huda dan Dayah Raudhatul Qur’an, dengan teknik pengumpulan data berupa observasi partisipatif dan wawancara mendalam terhadap pimpinan dan tenaga pengajar yang dipilih secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pimpinan dayah berperan sebagai inisiator, motivator, dan fasilitator dalam mendorong transformasi digital di lingkungan dayah. Strategi yang diterapkan mencakup pelatihan kontekstual, restrukturisasi kelembagaan, dan internalisasi nilai-nilai Islam dalam pemanfaatan TI. Faktor pendukung meliputi komitmen kepemimpinan, keterlibatan Teungku muda, dukungan eksternal, dan ketersediaan infrastruktur dasar, sementara hambatan utamanya adalah rendahnya literasi TI, resistensi budaya, keterbatasan teknis, dan tingginya beban kerja. Temuan ini menegaskan pentingnya kepemimpinan berbasis nilai dan kontekstual dalam mengintegrasikan teknologi tanpa menggeser identitas tradisional dayah.