Fenomena perceraian di Indonesia menunjukkan tren peningkatan signifikan, termasuk di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang pada tahun 2024 mencatat 6.674–6.946 kasus perceraian menurut Badan Pusat Statistik. Mayoritas gugatan berasal dari pihak istri, dipicu oleh interaksi digital yang tidak terkendali melalui media sosial dan diperparah oleh norma patriarkal yang masih dominan. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh media sosial terhadap dinamika keluarga Muslim di NTB, menafsirkan ulang konsep keluarga Islami dengan perspektif gender, serta menawarkan model ketahanan keluarga digital berbasis syariah. Metode yang digunakan adalah kualitatif-konseptual dengan analisis literatur sekunder periode 2020–2025 yang bersumber dari laporan BPS, dokumen pengadilan agama, jurnal bereputasi, serta penelitian lokal terkait pernikahan dini dan perceraian di NTB. Analisis dilakukan melalui content analysis tematik dengan identifikasi tema, pengkodean NVivo, dan triangulasi sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media sosial berkontribusi pada 25–40% kasus perceraian melalui perselingkuhan virtual, distraksi komunikasi, dan eksposur gaya hidup ideal, sementara norma patriarkal meningkatkan kerentanan perempuan, tercermin dari dominasi gugatan cerai oleh istri. Untuk menjawab tantangan ini, penelitian menawarkan Islamic Digital Family Resilience Framework dengan tiga pilar utama: reinterpretasi syariah berperspektif gender, literasi digital Islami, dan dakwah digital sensitif gender. Penelitian ini berkontribusi secara teoritis dalam memperkaya kajian Islam kontemporer mengenai keluarga, gender, dan digitalisasi, serta secara praktis menjadi acuan bagi Kementerian Agama, pengadilan agama, dan organisasi keagamaan dalam merumuskan strategi ketahanan keluarga Muslim yang relevan dengan konteks NTB.