Perkembangan teknologi informasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap sistem hukum di Indonesia, khususnya dalam hukum acara pidana. Munculnya bentuk bukti baru seperti pesan digital, email, dan rekaman CCTV membutuhkan adaptasi hukum untuk tetap relevan dengan era digital. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis efektivitas penggunaan alat bukti elektronik dalam perkara pidana di pengadilan negeri, mengkaji kerangka hukum yang mengatur penggunaan alat bukti elektronik, dan menilai faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitasnya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan konseptual dan empiris berdasarkan analisis Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016, serta beberapa putusan pengadilan negeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, secara normatif, bukti elektronik telah diakui sebagai bukti yang sah di pengadilan. Namun, secara empiris penerapannya menemukan kendala seperti kurangnya pemahaman aparat penegak hukum, terbatasnya fasilitas forensik digital, dan tidak adanya pedoman teknis nasional mengenai bukti elektronik dalam hal otentikasi dan validasi. Kesimpulannya, efektivitas pemanfaatan alat bukti elektronik dalam pembuktian perkara pidana perlu ditingkatkan dari segi teknis dan sumber daya manusia. Oleh karena itu, diperlukan sinkronisasi antara aturan, kapasitas sumber daya manusia, dan infrastruktur teknologi agar bukti elektronik dapat beroperasi secara optimal guna mewujudkan keadilan dan kepastian hukum.