Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perkembangan pesat teknologi Artificial Intelligence (AI) yang mulai diterapkan dalam praktik hukum perjanjian di Indonesia, menciptakan tantangan bagi sistem hukum konvensional. Tujuan penelitian adalah menganalisis perkembangan hukum perjanjian Indonesia dalam menghadapi kemajuan AI dan mengidentifikasi tantangan hukum serta etika yang muncul. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan studi kepustakaan mendalam, menerapkan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan perbandingan terhadap instrumen hukum primer dan sekunder. Populasi penelitian mencakup regulasi hukum positif Indonesia, khususnya KUHPerdata, UU ITE, dan UU Perlindungan Data Pribadi, sementara sampel diambil melalui purposive sampling dari literatur akademis relevan. Instrumen penelitian berupa bahan hukum primer dan sekunder, dianalisis menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan model Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia masih memandang AI sebagai instrumen, terdapat kesenjangan regulasi dalam mengakomodasi smart contracts, dan terdapat lima tantangan utama meliputi ketidakjelasan tanggung jawab, bias algoritma, keterbatasan transparansi, ancaman privasi data, serta ketidakoptimalan mekanisme penyelesaian sengketa. Kesimpulannya, Indonesia memerlukan regulasi khusus yang mengklarifikasi status AI, mengalokasikan tanggung jawab dengan jelas, mengimplementasikan prinsip Explainable AI, menguatkan perlindungan terhadap bias, dan mengembangkan kapasitas institusi penegak hukum untuk menjaga prinsip keadilan dan kepastian hukum di era digital.