Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

KEKOSONGAN HUKUM AI DI INDONESIA: KASUS DEEPFAKE TERHADAP SRI MULYANI DAN PERBANDINGAN EU AI ACT Ezra Pranata Tarigan; I Nyoman Prabu Buana Rumiartha
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 11 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi November
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/6vdqep64

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kekosongan hukum kecerdasan buatan (AI) di Indonesia yang berdampak terhadap figur publik, serta menganalisis regulasi AI pertama di dunia yang disahkan oleh parlemen Uni Eropa yaitu Artificial Intelligence Act, sehingga dapat dijadikan rujukan oleh pembentuk kebijakan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, serta pendekatan perbandingan untuk mengkaji secara mendalam mengenai peraturan perundang-undangan terkait, konsep-konsep hukum dan/atau konsep teknologi yang relevan secara hukum, serta menjadikan AI Act sebagai perbandingan. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, seperti peraturan, jurnal, dan buku, serta bahan hukum sekunder, seperti artikel. Hasil studi menunjukkan bahwa belum terdapat ketentuan spesifik yang mengatur mengenai AI di Indonesia. Sehingga, menyebabkan penggunaan AI yang telah berkembang pesat (seperti, deepfake) tidak dapat dikontrol secara efektif, kemudian berimplikasi pada potensi menjadi alat yang mengancam hak-hak individu, seperti hak atas hidup tenteram, aman, dan damai, sebagaimana yang dialami oleh Sri Mulyani. AI Act bertujuan untuk memberi perlindungan terhadap kesehatan, keselamatan, dan nilai-nilai dasar manusia, sembari mendorong perkembangan inovasi teknologi AI. Pembuat kebijakan di Indonesia dapat menjadikan AI Act sebagai referensi untuk menyusun reglasi AI yang lebih komprehensif. Diantaranya dengan menganalisa 3 (tiga) aspek berikut, yakni (1) Prinsip utama dalam AI Act: “the higher the risk, the stricter the rules”; (2) Pembentukan regulatory sandbox untuk mendorong inovasi teknologi AI; dan (3) Elemen penilaian dalam pendekatan berbasis risiko pada AI Act, salah satunya adalah impact assesment atau penilaian dampak.