Makalah ini mengkaji perbedaan hukum antara agen dan pialang asuransi, serta kedudukan hukum polis asuransi dalam melindungi pemegang polis, dari perspektif etika bisnis, regulasi nasional, dan hukum internasional. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan kualitatif melalui penelitian kepustakaan, penelitian ini menganalisis berbagai sumber hukum, termasuk Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, peraturan OJK, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, dan standar internasional komparatif seperti Arahan Distribusi Asuransi Uni Eropa (IDD). Temuan penelitian mengungkapkan bahwa agen bertindak atas nama perusahaan asuransi dan terikat secara hukum untuk hanya mewakili satu perusahaan asuransi, sementara pialang beroperasi secara independen untuk mewakili dan melindungi kepentingan pemegang polis. Perbedaan mendasar ini memengaruhi transparansi, perlindungan konsumen, dan keseimbangan kekuasaan kontraktual. Penelitian ini juga mengidentifikasi bahwa prinsip "itikad baik yang paling tinggi" (uberrimae fidei) mendasari semua perjanjian asuransi, yang mewajibkan baik perusahaan asuransi maupun tertanggung untuk bertindak dengan tingkat kejujuran dan keterbukaan yang setinggi-tingginya. Kasus-kasus seperti Jiwasraya dan Kresna Life menunjukkan bagaimana lemahnya penerapan tata kelola dan etika dapat menyebabkan kerugian konsumen dan risiko sistemik. Makalah ini menyimpulkan bahwa pengawasan yang lebih ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), peningkatan edukasi etika bagi perantara asuransi, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih jelas sangat penting untuk memastikan keadilan dan memulihkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi Indonesia.