Kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat (Undang-undang no. 18 tahun 2012 tentang Pangan). Potensi hasil perkebunan lokal seperti singkong, dan hasil perikanan tangkap seperti cumi-cumi dan kepiting bakau di Kabupaten Bangka harus dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menciptakan kemandirian pangan. Renggining singkong adalah salah satu dari sekian banyak produk pangan yang merupakan kearifan lokal bangsa Indonesia yang dalam pembuatannya dapat dicampurkan dengan bahan pangan ikani seperti cumi-cumi dan kepiting bakau. Cumi-cumi dan kepiting bakau segar difermentasikan dengan garam 10%, 15%, dan 20% dan diperam selama 12 dan 18 hari sebagai perlakuan untuk mendapatkan kombinasi konsentrasi garam dan lama pemeraman terbaik produk renggining singkong ini. Respon panelis uji organoleptik yang diukur meliputi tekstur, rasa dan bau. Analisis data dilakukan dengan uji Friedman pada taraf nyata 0,05. Penelitian ini menunjukkan bahwa cumi-cumi fermentasi dengan 15% garam (b/b) yang disimpan selama 12 hari menghasilkan renggining yang paling disukai oleh konsumen, dengan 47% panelis menyukai baunya, 60% panelis menyukai rasanya, 80% panelis menyukai teksturnya. Renggining singkong berbahan baku kepiting bakau fermentasi yang paling disukai panelis yaitu dengan 15% garam (b/b) yang disimpan selama 12 hari dengan 20% panelis menyukai baunya, 67% panelis menyukai rasanya, 80% panelis dari 15 orang panelis tidak terlatih menyukai teksturnya, dengan pengamatan berulang (repeated measurement).