Pernikahan dalam Islam merupakan institusi sakral yang menuntut kesamaan aqidah sebagai dasar terbentuknya keluarga sakinah. Namun, fenomena perpindahan agama salah satu pasangan pasca pernikahan semakin sering terjadi dalam masyarakat modern yang pluralistik. Permasalahan akademik muncul ketika konversi agama tersebut tidak selalu lahir dari kesadaran spiritual, melainkan karena faktor eksternal seperti tuntutan administratif, tekanan keluarga, atau legitimasi sosial. Hal ini menimbulkan dilema, baik dari perspektif hukum Islam yang mayoritas ulama menyatakan murtad dapat membatalkan pernikahan, maupun hukum positif Indonesia yang menuntut penyelesaian perceraian hanya melalui pengadilan. Kekosongan norma inilah yang memunculkan persoalan status pernikahan, hak anak, dan keberlangsungan rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perpindahan agama salah satu pasangan pasca pernikahan dalam perspektif hukum Islam, sekaligus mengkritisinya dengan teori Maqashid al-Syari‘ah. Dengan menggunakan metode kualitatif, jenis penelitian kepustakaan (library research), serta pendekatan undang-undang (statute approach), penelitian ini menelaah regulasi perundang-undangan, literatur fiqh klasik, dan kajian akademik kontemporer terkait konversi agama dalam pernikahan ,Namun, dalam konteks Indonesia, keputusan tersebut tidak otomatis berlaku karena harus diputuskan melalui pengadilan agama. Analisis dengan pendekatan maqashid al-syari‘ah menekankan bahwa fenomena konversi agama harus dilihat dari tujuan syariat, yaitu perlindungan agama (hifz al-din), jiwa (hifz al-nafs), keturunan (hifz al-nasl), kehormatan (hifz al-‘ird), dan harta (hifz al-mal Kesimpulan penelitian ini menegaskan pentingnya reformulasi regulasi hukum keluarga Islam di Indonesia agar lebih responsif terhadap fenomena konversi agama pasca pernikahan. Diperlukan aturan yang jelas, verifikasi motivasi yang adil, serta mekanisme mediasi berbasis maqashid untuk mencegah kerusakan sosial dan melindungi kemaslahatan keluarga.