Peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Indonesia menunjukkan peningkatan yang semakin kompleks, ditandai oleh berkembangnya jaringan transnasional, perubahan modus operandi, serta kemunculan laboratorium produksi dalam negeri. Meskipun Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah memberikan kerangka hukum yang komprehensif, implementasi kebijakan hukum pidana dalam praktik penegakan hukum masih menghadapi berbagai kendala, terutama terkait disparitas pemidanaan, lemahnya koordinasi antar-instansi, serta dominannya orientasi penghukuman yang belum sepenuhnya mengakomodasi pendekatan rehabilitatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan peredaran narkotika serta menilai efektivitas penegakan hukum dan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika di Indonesia. Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif melalui kajian peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan analisis kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun aparat penegak hukum telah berhasil mengungkap jaringan besar dan laboratorium gelap dalam kurun 2023–2025, upaya tersebut belum mampu menekan peredaran narkotika secara signifikan akibat ketidakkonsistenan penegakan hukum, disparitas putusan antara Pasal 112 dan 114, serta belum optimalnya pelaksanaan rehabilitasi bagi pengguna. Penelitian ini menyimpulkan perlunya harmonisasi kebijakan penal dan non-penal, peningkatan koordinasi kelembagaan, serta penguatan peran masyarakat untuk mewujudkan sistem penanggulangan narkotika yang lebih efektif, proporsional, dan berkelanjutan.