Penelitian ini meninjau secara kritis dinamika kesenjangan generasi dalam gereja dengan mengintegrasikan tiga pendekatan utama: sekularisasi antargenerasi (Stolz et al.), spiritualitas Generasi Z (Barna Group), dan pelayanan intergenerasi (Hale). Artikel ini menggunakan metode critical comparative literature review untuk menganalisis dan membandingkan ketiga pendekatan tersebut. Kajian ini memperlihatkan bahwa sekularisasi dalam konteks Indonesia tidak berwujud sebagai penghilangan agama dari ruang publik, tetapi sebagai privatisasi praktik keberagamaan generasi muda, sebagaimana dijelaskan José Casanova melalui konsep public religions dan deprivatization of religion. Lebih lanjut, spiritualitas Generasi Z terbentuk dalam ruang dialogis, digital, dan relasional, sehingga mereka tetap religius tetapi tidak lagi menemukan relevansi dalam pola keberagamaan institusional yang hierarkis dan tidak autentik. Sementara itu, struktur kategorial gereja Indonesia, sebagaimana dikritisi Hale, memperkuat fragmentasi antargenerasi dan menghambat pewarisan iman secara organik. Berdasarkan analisis tersebut, sintesis teologis-pastoral menunjukkan bahwa pelayanan intergenerasi merupakan model pembaruan eklesiologis yang dapat menjawab dinamika sekularisasi, kebutuhan eksistensial Generasi Z, dan panggilan gereja sebagai persekutuan umat percaya. Oleh karena itu, artikel ini mengusulkan tiga poros pembaruan pelayanan: deprivatisasi iman melalui relasi lintas usia, pembinaan dialogis yang menanggapi keraguan dan pencarian makna, serta pembentukan komunitas gerejawi yang menyatukan seluruh generasi dalam ibadah, kesaksian, dan pelayanan bersama.