Studi ini menganalisis bagaimana kualitas layanan publik membentuk proses pemberdayaan dan hasil-hasil penghidupan (livelihood) dalam program Perhutanan Sosial (PS) di Indonesia. Berfokus pada komunitas Desa Gunung Silanu di Sulawesi Selatan, penelitian menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus dengan triangulasi wawancara, observasi, dan telaah dokumen, dipandu oleh model SERVQUAL. Temuan menunjukkan bagaimana reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap), dan assurance (jaminan/kompetensi)—sebagai dimensi inti layanan—mendasari penerjemahan hak kelola hutan menjadi manfaat ekonomi dan sosial yang nyata. Data memperlihatkan bahwa desa-desa yang menerima kunjungan penyuluhan yang konsisten dan verifikasi hak yang transparan mengalami kenaikan pendapatan rumah tangga hingga 25–40% serta partisipasi kelembagaan yang lebih kuat. Sebaliknya, layanan yang tidak andal dan lemahnya umpan balik menyebabkan institusi lokal tidak aktif dan akses pasar terbatas. Koordinasi yang responsif antara BPSKL dan kelompok pengelola hutan meningkatkan kinerja rantai pasok dan pemasaran HHBK. Assurance dalam bentuk kompetensi kelembagaan dan transparansi prosedur secara signifikan meningkatkan kepercayaan dan investasi masyarakat pada usaha berbasis hutan. Diskusi menempatkan temuan dalam kerangka co-management dan tata kelola adaptif, menekankan bahwa desain layanan partisipatif—bukan semata akses legal—yang menentukan keberlanjutan. Kontribusi studi ini adalah mengintegrasikan SERVQUAL ke dalam konteks tata kelola lingkungan serta merekomendasikan mekanisme umpan balik, penguatan kapasitas adaptif, dan studi komparatif lintas provinsi untuk memperkuat hasil penghidupan dan konservasi jangka panjang.