Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Pendekatan Klinis, Patofisiologi, Dan Tatalaksana Komprehensif Pasien Anemia Aplastik Dengan Trombositopenia: Suatu Laporan Kasus Dan Tinjauan Literatur Mujahid, Wynand; Alfian, Andi; Umami, Vidhia
Journal of Innovative and Creativity Vol. 5 No. 3 (2025)
Publisher : Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Anemia aplastik merupakan salah satu sindrom kegagalan sumsum tulang yang jarang tetapi berpotensi fatal, ditandai dengan penurunan seluruh lini sel darah akibat hiposelularitas sumsum tulang. Kondisi ini menyebabkan anemia, leukopenia, dan trombositopenia yang menimbulkan risiko perdarahan dan infeksi berat. Di Indonesia, kasus sering terdiagnosis pada fase lanjut karena keterbatasan fasilitas diagnostik dan terapi definitif seperti transplantasi sel punca hematopoietik (HSCT). Seorang laki-laki berusia 57 tahun datang dengan keluhan lemas progresif, pucat, perdarahan gusi, epistaksis, serta munculnya petekie. Pemeriksaan darah menunjukkan pansitopenia dengan hemoglobin 6,8 g/dL, leukosit 2,7×10³/µL, dan trombosit 13×10³/µL. Gambaran anemia normositik normokromik dan tidak adanya hepatosplenomegali mendukung diagnosis anemia aplastik berat. Pasien mendapatkan terapi suportif berupa transfusi PRC, trombosit, vitamin B12, asam folat, kortikosteroid, serta asam traneksamat untuk mencegah perdarahan mukokutan. Selama tiga hari perawatan, kadar hemoglobin meningkat menjadi 9,1 g/dL dan trombosit mencapai 19×10³/µL, menandakan perbaikan sementara. Kasus ini menyoroti pentingnya deteksi dini, diagnosis menyeluruh, dan tata laksana terpadu pada pasien dengan gejala pansitopenia. Anemia aplastik perlu dikenali sejak awal karena keterlambatan diagnosis dapat berujung pada komplikasi berat dan mortalitas tinggi. Terapi suportif berperan penting dalam stabilisasi awal, sementara terapi imunosupresif dan transplantasi sel punca hematopoietik tetap menjadi pilihan definitif untuk jangka panjang. Peningkatan kesadaran klinisi, ketersediaan fasilitas hematologi yang memadai, serta akses terhadap terapi kuratif diharapkan dapat memperbaiki prognosis dan kualitas hidup pasien di Indonesia.