Penelitian ini membahas persepsi masyarakat dan pengemis terhadap program bantuan sosial di Kota Serang serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi ketepatan sasaran dan efektivitas pelaksanaannya. Kota Serang sebagai ibu kota Provinsi Banten menghadapi permasalahan sosial yang cukup kompleks, salah satunya adalah meningkatnya jumlah pengemis di ruang publik. Meskipun pemerintah daerah telah menerapkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan, dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat, serta melaksanakan berbagai program bantuan sosial dan rehabilitasi melalui Dinas Sosial, kenyataannya permasalahan pengemis belum terselesaikan secara optimal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teori persepsi Bimo Walgito (2010) yang meliputi tiga aspek: penginderaan, pengorganisasian, dan interpretasi. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi terhadap masyarakat, pengemis, dan aparatur Dinas Sosial Kota Serang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi kesenjangan informasi dan persepsi antara pelaksana program, masyarakat, dan pengemis. Masyarakat menilai program bantuan sosial belum tepat sasaran dan masih terdapat ketimpangan distribusi, sementara pengemis menganggap program tersebut tidak memberikan solusi langsung terhadap kebutuhan ekonomi mereka. Selain itu, faktor budaya masyarakat yang masih memandang memberi uang kepada pengemis sebagai bentuk amal turut memperkuat keberlangsungan praktik mengemis. Hambatan utama pelaksanaan program terletak pada aspek struktural, seperti ketidaktepatan sasaran dan minimnya fasilitas pelatihan, serta aspek kultural berupa rendahnya partisipasi dan kesadaran sosial. Penelitian ini merekomendasikan perlunya pendekatan partisipatif, edukatif, dan berkelanjutan dalam meningkatkan efektivitas program bantuan sosial di Kota Serang.