Penelitian ini menganalisis sistem keamanan cyber di Indonesia yang dimana dalam pembahasan ini di bidang perpajakan. Kita mengambil studi kasus dari pencurian data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) oleh oknum Bjorka yang sedang hangat belakangan ini karena dapat mengungkapkan banyak rahasia - rahasia besar di instansi pemerintahan Indonesia ,pada september 2024 6 juta data penduduk Indonesia Nomor Pokok Wajib Pajak (Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)) di curi dan dipublikasikan ke dalam situs ilegal. Hal ini sangat berbahaya dan bukan hanya penduduk biasa saja namun juga para pejabat tinggi sampai mantan Presiden Joko Widodo juga terkena waktu itu.Dengan menerapkan metode hukum normatif dan dievaluasi kasus empiris, penelitian ini mengungkap berbagai faktor utama, seperti kurangnya fasilitas teknologi, rendahnya tingkat ketahanan cyber secara menyeluruh (dengan nilai rata-rata global sekitar 65,7 dari 100, meskipun Indonesia mencapai nilai tinggi di beberapa aspek), dan kesalahan dalam faktor manusia (human error) juga membuka peluang baik besar maupun kecil bagi serangan luar. Temuan utama ini mengungkap bahwa kejadian tersebut mengakibatkan penurunan rasa percaya masyarakat, berkurangnya kesediaan mematuhi kewajiban pajak, dan ancaman stabilitas ekonomi akibat publikasi informasi rahasia yang luas. Melalui lensa akuntansi perilaku, konsep atribusi dan model kepercayaan institusional menggambarkan bagaimana kegagalan internal di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) semakin memperlemah pandangan publik terhadap perlindungan data nasional. Untuk mengatasi hal ini, penelitian ini menyarankan langkah-langkah penanggulangan dan pencegahan seperti penegakan tegas Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, pemeriksaan keamanan berkala, serta kerjasama antarinstansi guna mengurangi potensi ancaman mendatang. Temuan-temuan ini menjadi arahan esensial bagi para pengambil keputusan untuk meningkatkan daya tahan infrastruktur digital negara ini.