Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Penerapan Asas Ultimum Remidium Terhadap Implikasi Kerjasama Pemanfaatan Barang Milik Daerah Yang Mengalami Kerugian Naftali, Angel May Marta; Michael, Tomy
RIGGS: Journal of Artificial Intelligence and Digital Business Vol. 4 No. 4 (2026): November - January
Publisher : Prodi Bisnis Digital Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/riggs.v4i4.4359

Abstract

Penerapan asas ultimum remedium dalam pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) memiliki urgensi tinggi, terutama ketika kerja sama pemanfaatan BMD menimbulkan kerugian bagi keuangan daerah. Asas ini menempatkan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah mekanisme administratif, perdata, dan penyelesaian internal ditempuh secara optimal. Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana asas ultimum remedium diterapkan dalam menangani kerugian yang timbul dari kerja sama pemanfaatan BMD, serta mengevaluasi efektivitas instrumen non-pidana dalam memulihkan kerugian dan mencegah kriminalisasi kebijakan. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menelaah peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan BMD, perjanjian kerja sama, serta doktrin hukum administrasi dan pidana. Hasil analisis menunjukkan bahwa kerugian yang timbul akibat kesalahan administratif, kelalaian pegawai, atau ketidakseimbangan perjanjian seharusnya diselesaikan melalui mekanisme administratif seperti penilaian kembali nilai aset, renegosiasi kontrak, penjatuhan sanksi administratif, Penerapan hukum pidana hanya dapat dilakukan apabila terdapat bukti kuat mengenai kesengajaan, penyalahgunaan wewenang, atau perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian negara secara nyata, sebagaimana diatur dalam regulasi tindak pidana korupsi. Dengan demikian, penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan ultimum remedium tidak hanya relevan dalam konteks hukum pidana, tetapi juga strategis dalam memperkuat manajemen aset daerah dan mencegah penyelesaian yang terburu-buru melalui jalur pidana yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan menghambat inovasi kebijakan di daerah.