PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Vol 6, No 3 (2019): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)

Challenges and Opportunities of the Establishment ASEAN Open Skies Policy

Dodik Setiawan Nur Heriyanto (Universitas Islam Indonesia)
Yaries Mahardika Putro (Universitas Padjadjaran)



Article Info

Publish Date
27 Dec 2019

Abstract

Open skies policy is a concept of free market of airline industry. It eliminates single government’s influence in regulation and management of aviation industry. As implemented by the ASEAN Single Aviation Market (ASEAN-SAM) per 2015, the open skies policy aims to increase regional connectivity and regional economic growth by permitting airline industries from each ASEAN member states to fly above the Southeast Asian region without any barriers or restrictions. This policy has raised pros and cons from each ASEAN member state. Indonesia and some other states are still reluctant to adopt the open skies policy. By entering into commercial agreement to open their airspace, each member states will challenge their state sovereignty over the airspace above a state’s territory. This study argues that regional open skies policy provides greater economic advantages for the consumers of airline industry. However, this policy does not parallel to the basic principles of ASEAN. State sovereignty must be preserved in the liberalization that open skies represents. ASEAN Way, though inflexible, assigns member states with full sovereignty, which does not limit open skies policy implementation. This study, then, proposed legal framework through model of regional agreement to compromise between the state sovereignty principles and the regional open skies policy.Tantangan dan Peluang dalam Pembentukan Kebijakan Ruang Udara Terbuka ASEANAbstrakKebijakan Udara Terbuka adalah konsep pasar bebas untuk industri penerbangan. Kebijakan ini menghilangkan pengaruh pemerintah dalam mengatur dan mengelola industri penerbangan. Seperti yang diterapkan oleh Pasar Penerbangan Tunggal ASEAN (ASEAN-SAM) pada 2015, Kebijakan Udara Terbuka ditujukan untuk meningkatkan konektivitas regional dan ekonomi regional dengan mengizinkan industri penerbangan dari anggota ASEAN untuk terbang bebas di kawasan Asia tenggara tanpa hambatan. Kebijakan ini telah menimbulkan pro dan kontra dari masing-masing negara anggota ASEAN di mana Indonesia dan beberapa negara masih enggan untuk sepenuhnya mengadopsi Kebijakan Udara Terbuka. Dengan mengadakan perjanjian komersial untuk membuka wilayah udara mereka, setiap negara anggota akan menyerahkan kedaulatan di wilayah udara mereka. Studi ini berpendapat bahwa Kebijakan Udara Terbuka regional memberikan keuntungan ekonomi khususnya bagi konsumen industri penerbangan. Namun, kebijakan ini tidak sejalan dengan prinsip dasar ASEAN. Selain itu, berkurangnya kedaulatan di wilayah udara demi liberalisasi akan merugikan negara. ASEAN Way, meskipun tidak fleksibel, memberikan kedaulatan penuh kepada negara anggota untuk menguasai wilayahnya sehingga tidak memberikan peluang sekecil apa pun untuk mengimplementasikan Kebijakan Udara Terbuka regional. Studi ini mengusulkan suatu kerangka hukum melalui model perjanjian untuk mencari titik temu antara prinsip kedaulatan negara dengan Kebijakan Udara Terbuka.Kata kunci: ASEAN, Kebijakan Udara Terbuka, Kedaulatan Negara.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v6n3.a3

Copyrights © 2019