Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XII/2015 telah membawa dampak baru dalam perkembangan ketatanegaraan Indonesia, khususnya dalam pelaksanaan pemilu. Untuk pertama kalinya dalam sejarah pelaksanaan pemilu, saat ini telah dilegalkan kedudukan orang dalam gangguan jiwa sebagai pemilih. Masuknya oraang dalam gangguan jiwa sebagai subjek hukum dalam pemilu didasarkan pada amar putusan Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan Pasal 57 ayat (3) huruf a UU No. 8 Tahun 2015 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “terganggu jiwa/ingatannya” tidak dimaknai sebagai “mengalami gangguan jiwa dan/atau gangguan ingatan permanen yang menurut profesional bidang kesehatan jiwa telah menghilangkan kemampuan seseorang untuk memilih dalam pemilihan umum”. Kajian ini hendak mengkaji kaitan kedudukan orang dalam gangguan jiwa dalam perspektif cakap hukum serta dampak keikutsertaan orang dalam gangguan jiwa dalam pelaksanaan pemilu dikaitkan dengan konsep cakap hukum. Penelitian ini merupakan jenis penilitian yuridis normatif. Adapun dalam membedah permasalahan ini dilakukan dengan pendekatan yang meliputi pendekatan asas, pendekatan kasus,pendekatan, perundang undangan, pendekatan konsep,pendekatan historis, dan pendekatan analisis.
Copyrights © 2020