Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH: RE-FORMULASI LEGALITAS KKR ACEH Ulya, Zaki
Petita : Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Syariah Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : State Islamic University (UIN) Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (602.31 KB) | DOI: 10.22373/petita.v2i2.2313

Abstract

Pembentukan KKR di Aceh didasarkan pada Pasal 229 Undang-Undang No. 11 Tahun 2006, kemudian dilegalkan dalam Qanun No. 17 Tahun 2013. Keberadaan KKR Aceh makin menimbulkan polemik setelah Gubernur Aceh mengangkat beberapa anggota KKR Aceh berdasarkan pada Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 162/796/2016. Pro dan kontra mengenai pembubaran KKR Aceh berkembang akibat penilaian KKR Aceh dibentuk setelah dihapuskannya ketentuan KKR Nasional oleh Mahkamah Konstitusi. Tulisan ini hendak mengkaji mengenai legalitas KKR Aceh ditinjau dari aspek politik hukum dan formulasi hukum mengenai keberadaan KKR Aceh menurut peraturan perundang-undangan.
Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XII/2015 atas Hak Pilih bagi Orang dengan Gangguan Kejiwaan Dwanggi Pratiwi; Zaki Ulya
Jurnal Humaniora : Jurnal Ilmu Sosial, Ekonomi dan Hukum Vol 4, No 1 (2020): April 2020
Publisher : Center for Research and Community Service (LPPM) University of Abulyatama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.627 KB) | DOI: 10.30601/humaniora.v4i1.513

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XII/2015 telah membawa dampak baru dalam perkembangan ketatanegaraan Indonesia, khususnya dalam pelaksanaan pemilu. Untuk pertama kalinya dalam sejarah pelaksanaan pemilu, saat ini telah dilegalkan kedudukan orang dalam gangguan jiwa sebagai pemilih. Masuknya oraang dalam gangguan jiwa sebagai subjek hukum dalam pemilu didasarkan pada amar putusan Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan Pasal 57 ayat (3) huruf a UU No. 8 Tahun 2015 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “terganggu jiwa/ingatannya” tidak dimaknai sebagai “mengalami gangguan jiwa dan/atau gangguan ingatan permanen yang menurut profesional bidang kesehatan jiwa telah menghilangkan kemampuan seseorang untuk memilih dalam pemilihan umum”. Kajian ini hendak mengkaji kaitan kedudukan orang dalam gangguan jiwa dalam perspektif cakap hukum serta dampak keikutsertaan orang dalam gangguan jiwa dalam pelaksanaan pemilu dikaitkan dengan konsep cakap hukum. Penelitian ini merupakan jenis penilitian yuridis normatif. Adapun dalam membedah permasalahan ini dilakukan dengan pendekatan yang meliputi pendekatan asas, pendekatan kasus,pendekatan, perundang undangan, pendekatan konsep,pendekatan historis, dan pendekatan analisis.
Recording Siri's Marriages In Obtaining Legal Certainty (Reflections on the rise of Siri marriages in Aceh) Zainuddin Zainuddin; Zaki Ulya
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 21, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.947 KB) | DOI: 10.18592/sjhp.v1i1.3276

Abstract

Abstract:Fenomena pernikahan sirri marak terjadi di Indonesia, termasuk di Aceh. Pernikahan sirri dilakukan secara tersembunyi dengan hanya diketahui oleh beberapa orang saksi, serta tidak dilakukan pencatatan nikah pada pejabat yang berwenang. Pelaksanaan pernikahan sirri dinilai sah menurut agama namun tidak sah menurut negara. Amanah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menegaskan setiap pernikahan wajib dilakukan pencatatan. Guna menanggulangi maraknya pernikahan sirri di Aceh, Pemerintah Aceh telah melakukan pembahasan atas Rancangan Qanun Aceh Tahun 2019 tentang Hukum Keluarga, dimana setiap warga yang melakukan nikah sirri dapat dicatat pada pejabat yang berwenang. Dan, dalam rancangan qanun tersebut pula diberikan hak untuk nikah poligami. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk membahas pengaturan hukum pernikahan sirri dalam rancangan qanun hukum keluarga sehingga dapat bertujuan meminimalkan pernikahan sirri di Aceh. Dan, orientasi rancangan qanun keluarga dalam meningkatkan kesadaran masyarakat guna meminimalkan pernikahan sirri di Aceh. Hasil kajian menunjukkan bahwa pencatatan pernikahan sirri di Aceh dapat diselenggarakan pasca ditetapkan putusan peradilan dan berdasarkan Rancangan Qanun Aceh tentang Hukum Keluarga menyebutkan setiap pihak yang menikah diwajibkan melakukan pencatatan atas pernikahannya. Faktor terjadinya pernikahan sirri diakibatkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya pencatatan nikah dan terkait pengaturan poligami sebagai jalan keluar pernikahan sirri dapat dikaji ulang oleh pemerintah Aceh sebelum disahkan.Kata Kunci: Pencatatan Nikah, Nikah Sirri, Kepastian Hukum  Abstract: The phenomenon of Sirri marriage is rife in Indonesia, including in Aceh. Sirri marriages are conducted in secret with only a few witnesses known, and marriage records are not made to the authorized official. The implementation of Sirri marriage is considered legal according to religion but not legal according to the state. The mandate of Law Number 1 of 1974 emphasizes that every marriage must be registered. In order to cope with the rise of Sirri marriages in Aceh, the Government of Aceh has been discussing the 2019 Aceh Qanun Draft on Family Law, whereby every citizen who engages in Sirri marriage can be recorded with the authorized official. And, in the draft qanun also given the right to polygamy marriage. The purpose of writing this article is to discuss the Sirri marriage legal arrangements in the draft family law qanun so that it can aim to minimize Sirri marriages in Aceh. And, the orientation of the family qanun design in raising public awareness to minimize Sirri marriages in Aceh. The results of the study show that the registration of Sirri marriages in Aceh can be held after a judicial ruling is stipulated and based on the Aceh Qanun Draft on Family Law, it is stated that each married party is required to make a record of his marriage. The factor of sirri marriages is due to the lack of public understanding of the importance of marriage registration and related to the regulation of polygamy as a way out of sirri marriages can be reviewed by the Aceh government before being legalized.Keywords:Marriage Registration, Sirri Marriage, Legal Certainty.  
DOMEIN VERKLARING DALAM PENDAYAGUNAAN TANAH DI ACEH Zainuddin Zainuddin; Zaki Ulya
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 13 No 1 (2018): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (127.989 KB) | DOI: 10.33059/jhsk.v13i1.699

Abstract

Pengaturan mengenai domein verklaring (hak menguasai negara) diatur dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD Tahun 1945 yang kemudian diatur lebih lanjut dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Undang-undang ini merupakan sebuah reformasi hukum dalam bidang agraria. permasalahan tanah terlantar merupakan permasalahan yang marak terjadi di Indonesia, termasuk di Aceh. Prihal yang menarik dikaji dalam hal hak menguasai negara dibidang pertanahan khusus di Aceh adalah masih berlakunya tiga sistem hukum yang berbeda di Aceh serta munculnya kelembagaan Badan Pertanahan Aceh dan Baitul Mal yang memiliki wewenang untuk mengelola dan mendayagunakan hak atas tanah tersebut.
PENEGAKAN HUKUM PEMBAYARAN PAJAK HOTEL TERHADAP RUMAH KOS DI KOTA LANGSA Wahyu Efendi; Zainuddin Zainuddin; Zaki Ulya
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 3, No 1 (2021): Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v3i1.88

Abstract

Perkembangan saat ini rumah kos di induksi sebagai hotel sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 10 Qanun Kota Langsa Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel dan Restoran sehingga rumah kos lebih dari dari 10 (sepuluh) kamar dapat dijadikan objek pajak hotel. Sementara itu di Kota Langsa di temukan rumah kos yang lebih dari 10 kamar dan tidak ada yang membayar pajak dengan alamat di Gampong Sidodadi, Gampong Matang Seulimeng, Gampong Baro dan Langsa Kota. Penelitian menggunakan metode penelitian yuridis empiris yaitu penelitian hukum yang mengkaji, menganalisa perilaku hukum individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum dan sumber data yang digunakan berasal dari data primer. Pengaturan hukum mengenai penarikan pembayaran pajak hotel terhadap rumah kos yang ada di Kota Langsa dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Qanun Kota Langsa Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel dan Restoran. kategori rumah kos berawal dari penentuan subjek pajak (pengguna rumah kos), objek pajak (rumah kos), wajib pajak (pemilik rumah kos), tarif pajak yang bernilai 10 % dari pendapatan rumah kos, pemungutan pajak dilakukan dengan cara self assessment. Penegakan hukum terhadap pembayaran pajak hotel rumah kos yang ada di Kota belum dilakukan dikarenakan belum pernah ada peringatan baik secara lisan maupun tertulis dari dinas terkait  serta belum ada penyuluhan sama sekali kepada pemilik rumah kos dan belum ada satupun pemilik rumah kos yang dikenakan denda.
STUDI ANALISIS PERBEDAAN PENETAPAN HARGA GANTI RUGI PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TEBUKA HIJAU KOTA LANGSA Ade Julia Paramitha Army; Zainuddin Zainuddin; Zaki Ulya
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 1, No 2 (2019): Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v1i2.22

Abstract

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Kepentingan Umum yang tersebar dinyatakan dalam beberapa Pasal  bahwa setiap tanah yang yang akan dimanfaatkan untuk pembangunan kepentingan umum oleh pemerintah daerah akan diberikan ganti rugi yang layak dan adil. Penilaian besarnya nilai ganti rugi dilakukan oleh tim penilai (KJPP) yang disampaikan oleh ketua pengadaan tanah. Berdasarkan penilaian KJPP penilaian ganti rugi atas tanah PTPN-I seluas 31 Hektar yang digunakan untuk Ruang Terbuka Hijau Kota Langsa sebesar Rp. 3.060.128.824,- namun pihak PTPN-I menilai Rp. 90.031.520.000,- akibatnya ada ketidak sesuaian besaran nila ganti rugi yang diajukan oleh KJPP dengan nilai yang diminta oleh PTPN-I dan akibatnya perselisihan tersebut pihak PTPN-I mengajukan gugutan Kepengadilan Negeri Langsa. dengan Nomor Register 13/Pdt.G/2018/PN Lgs. terhadap perkara tersebut pihak pengadilan memutuskan menolak permohonan nilai ganti rugi yang diajukan PTPN-1 (penggugat).
KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS WILAYAH NOTARIS (MPWN) DALAM MENETAPKAN NOTARIS PENGGANTI Cut Faridah; Fuadi Fuadi; Zaki Ulya
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 2, No 1 (2020): Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v2i1.44

Abstract

Berdasarkan ketentuan Pasal 70 huruf d Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang mengatur kewenangan Majelis Pengawas Daerah Notaris yakni: “Menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan”. Namun kenyataannya terdapat Notaris yang mengajukan permohonan cuti selama 1(satu) tahun langsung kepada Majelis Pengawas Wilayah Notaris. MPWN Aceh mengeluarkan surat Keputusan Nomor:03/KET.CUTI-MPWN.ACEH/V.2016 tentang cuti Notaris dan sekaligus menetapkan Notaris Pengganti, padahal ini menjadi kewenangan MPDN Aceh Timur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dan yuridis-empiris. Hasil penelitian menunjukkan MPWN Aceh telah melampaui kewenangannya dengan menetapkan Notaris Pengganti, Penerbitan surat keputusan Nomor: 03/KET.CUTI-MPWN.ACEH/V.2016 mempunyai kekurangan yuridis, sehingga harus dibatalkan.
DILEMATISASI REGULASI KELEMBAGAAN ANTAR LEMBAGA KEKUASAAN KEHAKIMAN DITINJAU MENURUT KONSEP CHECK AND BALANCES Zaki Ulya
Jurnal Hukum dan Peradilan Vol 10, No 3 (2021)
Publisher : Pusat Strategi Kebijakan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25216/jhp.10.3.2021.337-360

Abstract

Perubahan UUD NRI Tahun 1945 membawa perubahan besar dalam sistem kekuasaan kehakiman. Pembentukan lembaga baru seperti MK dan KY selain MA, diharapkan dapat mewujudkan cita-cita reformasi dengan prinsip checks and balances. Manifestasi pengaturan kewenangan lembaga kekuasaan kehakiman secara atribusi diatur dalam Pasal 24, 24A, 24B dan 24C UUD NRI Tahun 1945.  Berdasarkan sifatnya kewenangan kekuasaan kehakiman mencakup kewenangan limitative dan non limitative yang diatur melalui undang-undang masing-masing lembaga. Namun, pengaturan kelembagaan kehakiman tersebut menimbulkan dilematisasi dan ketidak harmonisan hukum. Hal ini diakibatkan multi tafsir pengaturan kewenangan masing-masing lembaga. Sehingga polemik kelembagaan tersebut diselesaikan melalui proses judicial review. Permasalahan muncul ketika proses revisi undang-undang yang dibatalkan oleh MK, tidak dipenuhi dalam proses legislasi sehingga tetap memunculkan disharmonisasi hukum antar kelembagaan kekuasaan kehakiman.
KONTRADIKSI PENGATURAN HUKUMAN PELAKU PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI ACEH Andi Rachmad; Yusi Amdani; Zaki Ulya
Jurnal Hukum dan Peradilan Vol 10, No 2 (2021)
Publisher : Pusat Strategi Kebijakan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25216/jhp.10.2.2021.315-336

Abstract

Kajian ini bertujuan untuk menelusuri kontradiksi pengaturan hukuman dalam tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di Aceh pasca diberlakukannya Qanun No. 6 Tahun 2014. Pengaturan hukuman pelecehan seksual terhadap anak dalam hukum jinayat di Aceh mempunyai perbedaan penafsiran dengan peraturan perundang-undangan lainnya termasuk UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sehingga esensi efek jera bagi pelaku yang seharusnya menjadi bagian tujuan pemidanaan tidak begitu tercapai. Selain itu, Qanun Jinayat juga berpotensi untuk terjadinya impunitas bagi pemerintah dengan adanya Pasal 9 dan Pasal 11 Qanun No. 6 Tahun 2014 mengenai alasan pembenaran serta alasan pemaaf. Metode yang digunakan dalam tulisan ini yaitu metode yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder atau data kepustakaan.
PERWUJUDAN SILA KEADILAN SOSIAL DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DIKAITKAN UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI ACEH Muhammad Natsir; Fuadi Fuadi; Zaki Ulya
Bina Hukum Lingkungan Vol 7, No 1 (2022): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i1.281

Abstract

 ABSTRAKKeadilan sosial merupakan  tanggungjawab Negara dalam pencapaiannya bagi seluruh rakyat Indonesia. sila keadilan sosial adalah melaksanakan tujuan negara yaitu mewujudkan tata masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, sehat dan sejahtera berdasarkan Pancasila, Dalam Pasal 28 UUD 1945 menyatakan “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Namun, demikian persoalan utama terkait adalah tidak jelas batas tanggungjawab sehingga sulit menentukan ruang lingkup tanggung jawab negara sebagaimana yang ditegaskan dalam UUD 1945, sedangkan masyarakat yang hidup di daerah eksploitasi khusus di Aceh tetap hidup dalam kemiskinan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk keadilan sosial dalam pengelolaan lingkungan hidup dan untuk mengetahui perwujudan keadilaan sosial dalam pengelolaan lingkungan hidup di Aceh. Ruang lingkup tanggung jawab kurang jelas sedangkan masyarakat yang hidup di daerah eksploitasi khusus di Aceh tetap hidup dalam kemiskinan, kesehatan kurang terjamin, sarana kesehatan kurang memadai. Pengembangan ekonomi masyarakat setempat melalui CSR dengan melibatkan masyarakat adat yang lebih faham tentang struktur perkembangan, potensi, SDM masyarakat setempat, sedangkan pengembangan lingkungan yang baik dan sehat dikelola langsung oleh perusahaan dengan memperhatikan kondisi masyarakat.Kata kunci: implementasi; keadilan sosial; tanggung jawab negara; pengelolaan lingkungan. ABSTRACT The State must work toward achieving social justice for all Indonesian citizens. The state's objectives, which include achieving a just and wealthy, healthy and prosperous Indonesian society founded on Pancasila, are realized through the principles of social justice. But while people in Aceh's special exploitation regions continue to live in poverty, the primary issue with this is that it is impossible to assess the extent of governmental obligation as stipulated in the 1945 Constitution due to the imprecise limits of responsibilities. This study aims to define social justice in environmental management in its many forms and to identify Aceh as its actualized manifestation. While residents in Aceh's special exploitation regions continue to live in poverty, their health is not assured, and there are insufficient medical facilities, the extent of accountability is unclear. The creation of a good and healthy environment is directly managed by the company while taking into consideration the state of the community. Economic development of local communities is accomplished through CSR by involving indigenous peoples who are more aware of the development structure, potential, and human resources of the local communityKeywords: implementation; social justice; state responsibility; environmental management.