Missio Ecclesiae
Vol. 7 No. 1 (2018): April

PELAYANAN PASTORAL KONSELING BERDASARKAN 1 PETRUS 5 : 1 – 11

Hanok Tuhumury (Institut Injil Indonesia)



Article Info

Publish Date
29 Apr 2018

Abstract

Pergantian sistem pemerintahan di Israel dalam 1 Samuel 8:1-22 yang menyoroti suasana transisi dari pemerintahan hakim ke pemerintahan raja menuntut agar kita tidak menghayati iman secara naif, dalam arti hitam-putih saja, tetapi secara mendalam, secara dialektis. Di dalam ayat 7 barulah jelas bahwa persoalan dalam perikop ini bukanlah sekadar masalah sekular mengenai pergantian sistem, tetapi persoalan iman. Sebab dengan mengajukan tuntutan meminta raja, bukannya Israel menolak Samuel, tetapi menolak Tuhan sendiri. Kesetiaan iman terhadap Tuhan ternyata tidak menuntut agar kita mengidentikkan iman dengan zaman apa saja, entah itu masa lalu, masa kini atau masa depan. Kerajaan Allah melampaui gambaran apa pun yang dapat digambarkan oleh manusia. Maka yang dituntut dari orang beriman dalam rangka menghadapi perubahan zaman sehingga dapat setia kepada imannya maupun kepada konteks, adalah sikap dialektis. Tetapi yang ditekankan adalah kesetiaan iman saja, dan tidak peduli pada perubahan konteks yang terjadi di sekitarnya. Penulis melihat bahwa hal tersebut yang membuat bebarapa anggota gereja Bala Keselamatan Jember, akhirnya kalah dalam peperangan rohani karena tidak peduli dengan konteks, imannya “terjual” karena menikah dengan orang yang tidak seiman dan akhir terjadi perceraian karena tidak adanya kesesuaian dalam hidup rumah tangga. Bagaimana supaya kita dapat terhindar dari kesalahan ini, sehingga bisa membangun sikap dialektis yang dapat memampukan kita untuk setia pada iman sekaligus setia pada konteks?. Emanuel Gerrit Singgih mengemukakan tiga hal, sebagai berikut: Pertama, kita perlu kembali kepada Alkitab. Harus bertolak dari teks Alkitab sehingga dapat menuntun kita untuk mengambil sikap yang tepat sesuai dengan suasana perubahan sehingga bisa menghayati imannya sesuai dengan konteks yang ada. Kedua, kita perlu kembali kepada reformator-reformator, yang adalah para pembaru gereja dengan prinsip reformasi: yaitu “Ecclesia Reformata, semper roformanda” (gereja reformasi selalu bereformasi). Para reformator telah berhasil memecahkan kebekuan teologis yang ada dengan memprotes konteks, “penggunaan bahasa Latin sebagai bahasa ibadah dan menggantikan dengan bahasa setempat (konteks). Ketiga, beralih dari managemen top-down, kepada managemen bottom-up, sehingga jemaat yang ada dalam segala pergumulan hidupnya tetap dihargai karena mereka adalah domba dari Kristus, jemaat dan gembala/majelis semuanya adalah kawan sekerja Allah.

Copyrights © 2018






Journal Info

Abbrev

me

Publisher

Subject

Religion Humanities Education

Description

Missio Ecclesiae adalah jurnal open access yang menerbitkan artikel tentang praktek, teori, dan penelitian dalam bidang teologi, misiologi, konseling pastoral, kepemimpinan Kristen, pendidikan Kristen, dan filsafat agama melalui metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Kriteria publikasi jurnal ...