Konsolidasi tanah By Pass merupakan salah satu upaya Negara untuk mensejahterakan rakyat, dalam pembangunan tersebut membutuhkan partisipasi masyarakat untuk menyerahkan tanahnya. Oleh sebab itu konsolidsasi menjadi pilihan yang paling menguntungkan bagi Negara maupun masyarakat. Namun dalam pelaksanaan konsolidasi berujung konflik seperti yang terjadi pada pelaksanaan konsolidasi tanah By Pass di Kota Bukittinggi. Permasalahan ini sangat menarik untuk di teliti mengenai bagaimana upaya pemerintah dalam penyelesaian konflik dalam pelaksanaan konsolidasi tanah By Pass di Kota Bukittinggi. Teori dalam penelitian ini meminjam teori Ertel (1991) yang berfokus pada faktor penyebab terjadinya konflik dan atribut dalam penyelesaian konflik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penyebab konflik berasal dari internal pemerintahan internal seperti kekurangan sumber daya, kesalahan administrasi Sertipikat tidak dapat diterbitkan, Sertipikat ditarik kembali oleh Kantor Pertanahan. Kesalahan eksternal seperti kurangnya pemahaman masyarakat tentang konsolidasi, kelahiran generasi baru, kesepakatan yang tidak dipatuhi. Upaya pemerintah dalam mengelola konflik belum berjalan efektif, seperti perbedaan perspektif antara pemerintah dan masyarakat saling tuding melanggar kesepakatan. Pemerintah belum mampu menciptakan pilihan penyelesaian baru. Musyawarah yang dilakukan pemerintah belum bersifat partisipatif. Pemerintah belum berkomitmen penuh untuk menyelesaikan konflik yang berakibat pada kelalaian dan penundaan pekerjaan.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2020