Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

KEBIJAKAN PENGELOLAAN PELABUHAN KHUSUS DI SUNGAI Nandang Alamsah Deliarnoor
Sosiohumaniora Vol 11, No 1 (2009): SOSIIOHUMANIORA, MARET 2009
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v11i1.5579

Abstract

Berdasarkan penelitian lapangan maupun kepustakaan, ada kesenjangan antara das sollen dan das sein masalah pengelolaan pelabuhan khusus di sungai. Berdasarkan PP No. 38 Tahun 2007, yang berwenang menyelenggarakan pelabuhan sungai seharusnya adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ”satu-satunya”. Namun, pada kenyataannya terdapat minimal 3 (tiga ) pihak yang dominan mengelola pelabuhan sungai yaitu PT (Persero) Pelabuhan Indonesia, Dirjen Perhubungan Laut melalui Administrasi Pelabuhan (Adpel) dan Kantor Pelayanan (Kanpel) Pelabuhan, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota. Bagaimana dan di mana peran Dirjen Perhubungan Darat? Kata kunci: Exes de pavouir, penafsiran sistematis, penafsiran restriktif.
PROBLEMATIKA PELAKSANA TUGAS (PLT) DALAM MASA TRANSISI PEMERINTAHAN (PRA DAN PASCA PILKADA SERENTAK) Nandang Alamsah Deliarnoor
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan Vol 1, No 2 (2015)
Publisher : Department of Governmental Science FISIP UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/cosmogov.v1i2.11841

Abstract

Tulisan ini menggambarkan tentang masalah yang sedang hangat-hangatnya di Indonesia, yaitu mengenai permasalahan pelaksana tugas (plt) dalam masa transisi pemerintahan nanti (pra dan pasca Pilkada serentak). Pilkada serentak menjadi suatu permasalahan ketika adanya kekosongan jabatan Kepala Daerah definitif yang nantinya akan diganti oleh pelaksana tugas, menjadi masalah karena ada beberapa daerah yang akan dipimpin oleh plt selama kurang lebih dua tahun. Kewenangan plt yang terbatas akan mengakibatkan terhambatnya roda pemerintahan, sehingga perlu diatur peraturan yang tegas mengenai plt, baik itu berkaitan dengan wewenangnya maupun perlindungan hukumnya. Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan kualitatif yang dikaji secara holistik kontekstual progresif. Holistik digunakan karena peraturan-peraturan yang ada maupun yang akan dibuat harus dikaji titik tautnya dengan peraturan dan aspek-aspek yang lain, terutama untuk melihat apakah kelemahan dan kekuatan peraturan yang ada ketika diimplementasikan pada kondisi nyata. Perlu adanya kepastian hukum mengenai plt, agar roda pemerintahan tidak terhambat. Pengaturan mengenai plt bisa dilakukan melalui Diskresi atau PP dari UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
MERANCANG PENYELESAIAN KONFLIK KONSOLIDASI TANAH BY PASS DI KOTA BUKITTINGGI Senmei Wardhatul Nur; Nandang Alamsah Deliarnoor; Novie Indrawati Sagita
Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan Vol 6, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Galuh Ciamis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/moderat.v6i1.3255

Abstract

Konsolidasi tanah By Pass merupakan salah satu upaya Negara untuk mensejahterakan rakyat, dalam pembangunan tersebut membutuhkan partisipasi masyarakat untuk menyerahkan tanahnya. Oleh sebab itu konsolidsasi menjadi pilihan yang paling menguntungkan bagi Negara maupun masyarakat. Namun dalam pelaksanaan konsolidasi berujung konflik seperti yang terjadi pada pelaksanaan konsolidasi tanah By Pass di Kota Bukittinggi. Permasalahan ini sangat menarik untuk di teliti mengenai bagaimana upaya pemerintah dalam penyelesaian konflik dalam pelaksanaan konsolidasi tanah By Pass di Kota Bukittinggi. Teori dalam penelitian ini meminjam teori Ertel (1991) yang berfokus pada faktor penyebab terjadinya konflik dan atribut dalam penyelesaian konflik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penyebab konflik berasal dari internal pemerintahan internal seperti kekurangan sumber daya, kesalahan administrasi Sertipikat tidak dapat diterbitkan, Sertipikat ditarik kembali oleh Kantor Pertanahan. Kesalahan eksternal seperti kurangnya pemahaman masyarakat tentang konsolidasi, kelahiran generasi baru, kesepakatan yang tidak dipatuhi. Upaya pemerintah dalam mengelola konflik belum berjalan efektif, seperti perbedaan perspektif antara pemerintah dan masyarakat saling tuding melanggar kesepakatan. Pemerintah belum mampu menciptakan pilihan penyelesaian baru. Musyawarah yang dilakukan pemerintah belum bersifat partisipatif. Pemerintah belum berkomitmen penuh untuk menyelesaikan konflik yang berakibat pada kelalaian dan penundaan pekerjaan.
MERANCANG PENYELESAIAN KONFLIK KONSOLIDASI TANAH BY PASS DI KOTA BUKITTINGGI Senmei Wardhatul Nur; Nandang Alamsah Deliarnoor; Novie Indrawati Sagita
Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan Vol 6, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Galuh Ciamis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/moderat.v6i1.3255

Abstract

Konsolidasi tanah By Pass merupakan salah satu upaya Negara untuk mensejahterakan rakyat, dalam pembangunan tersebut membutuhkan partisipasi masyarakat untuk menyerahkan tanahnya. Oleh sebab itu konsolidsasi menjadi pilihan yang paling menguntungkan bagi Negara maupun masyarakat. Namun dalam pelaksanaan konsolidasi berujung konflik seperti yang terjadi pada pelaksanaan konsolidasi tanah By Pass di Kota Bukittinggi. Permasalahan ini sangat menarik untuk di teliti mengenai bagaimana upaya pemerintah dalam penyelesaian konflik dalam pelaksanaan konsolidasi tanah By Pass di Kota Bukittinggi. Teori dalam penelitian ini meminjam teori Ertel (1991) yang berfokus pada faktor penyebab terjadinya konflik dan atribut dalam penyelesaian konflik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penyebab konflik berasal dari internal pemerintahan internal seperti kekurangan sumber daya, kesalahan administrasi Sertipikat tidak dapat diterbitkan, Sertipikat ditarik kembali oleh Kantor Pertanahan. Kesalahan eksternal seperti kurangnya pemahaman masyarakat tentang konsolidasi, kelahiran generasi baru, kesepakatan yang tidak dipatuhi. Upaya pemerintah dalam mengelola konflik belum berjalan efektif, seperti perbedaan perspektif antara pemerintah dan masyarakat saling tuding melanggar kesepakatan. Pemerintah belum mampu menciptakan pilihan penyelesaian baru. Musyawarah yang dilakukan pemerintah belum bersifat partisipatif. Pemerintah belum berkomitmen penuh untuk menyelesaikan konflik yang berakibat pada kelalaian dan penundaan pekerjaan.
PENYULUHAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DI DESA CILIANG KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN Alamsah Deliarnoor, Nandang; Taryana, *Agus; Rudiana, Rudiana
Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 6, No 3 (2023): Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kumawula.v6i3.49932

Abstract

Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Universitas Padjadjaran di Desa Ciliang Kecamatan Paragi Kabupaten Pangandaran dengan kegiatan Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa. PPM ini dilakukan untuk untuk mengetahui peran pemerintah desa maupun faktor penghambat dalam meningkatkan ketahanan pangan di Desa Ciliang. Hal ini didasarkan pada pesatnya permasalahan yang berkaitan dengan ketahanan pangan, sehingga peran pemangku kebijakan politik menjadi begitu penting dan krusial terhadap isu tersebut. Metode pada kegiatan ini berupa assessment atau penghimpunan kritik dan saran dari masyarakat Desa Ciliang guna mendapatkan data maupun informasi yang ditujukan kepada pemerintah Desa Ciliang. Hasil yang didapatkan melalui kegiatan penyuluhan ini dapat meningkatkan kompetensi aparatur Desa tentang pengelolaan pemerintah serta memeberikan informasi bagiamana bentuk pelayanan di Desa Ciliang untuk masyarakat setempat. The Padjadjaran University Community Service Program (PKM) in Ciliang Village, Paragi District, Pangandaran Regency with Village Apparatus Capacity Building activities. This PKM was conducted to find out the role of the village government and the inhibiting factors in increasing food security in Ciliang Village. This is based on the rapid pace of problems related to food security so the role of policymakers is so crucial to this issue. The method for this activity is in the form of an assessment or collection of criticisms and suggestions from the Ciliang Village community to obtain data and information aimed at the Ciliang Village government. So that through counseling activities not only help the management of the government of Ciliang Village but also improve the welfare of the Ciliang Village community
Konflik Pancoran Buntu II antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, PT Pertamina, dan Warga Pancoran Buntu II Tahun 2020-2023 Dara Putri Maharani; Nandang Alamsah Deliarnoor
NeoRespublica : Jurnal Ilmu Pemerintahan Vol. 5 No. 1 (2023): Edisi Desember
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan, FISIP - Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52423/neores.v5i1.144

Abstract

Penelitian ini memiliki fokus pada permasalahan konflik yang terjadi di Pancoran Buntu II antar kelompok yang dibalut oleh isu persengketaan tanah. Dalam memperoleh data-data untuk penelitian digunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data yang diperoleh dilakukan dengan observasi lapangan, wawancara dengan para informan yang terlibat, serta dokumen-dokumen terkait konflik Pancoran Buntu II. Berdasarkan hasil penelitian lapangan, pada fase potensi konflik dimulai dengan adanya tindakan sosialisasi serta intimidasi oleh PT Pertamina melalui PT PTC dengan oknum terhadap warga tanpa informasi sebelumnya. Pada fase pertumbuhan konflik, muncul empati dari pihak-pihak dengan dilakukannya edukasi hukum. Kemudian, pada fase pemicu dan eskalasi konflik, terdapat puncak masalah dimana menjadikan bentrok serta demo oleh warga dan solidaritas sebagau puncaknya. Terakhir, pada fase pasca konflik, pemerintah daerah setempat memiliki komitmen dalam membantu warga memperoleh hak dasar atas kasus Pancoran Buntu II yang belum kunjung selesai. Sehigga, manajemen konflik yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah mediasi terkait persengketaan tanah dan komitmen dalam akomodasi terkait dampak konflik terhadap warga Pancoran Buntu II.
Enhancing Public Service Delivery in The Indonesian National Police: A Case Study of Driving License and Police Clearance Certificate Services at Waropen Police Station Ripka Hawar, Angela; Sri Kartini, Dede; Alamsah Deliarnoor, Nandang; Indrawati Sagita, Novie
International Proceedings of Nusantara Raya Vol. 3 No. 1 (2024): Locality of Language, Literary, and Culture in Global Development
Publisher : Lembaga Kajian Nusantara Raya UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

According to the 2023 report of the Indonesian Ombudsman, the National Police (Polri) is an institution frequently reported for public service complaints, especially in regional areas. This issue is notably observed in providing SIM (Driver's License) and SKCK (Police Clearance Certificate) services by Waropen District Police in Papua Province. Improving public services in regional areas is crucial for the Polri to enhance public trust. Therefore, this study will analyze the optimization of SIM and SKCK services by the Waropen District Police, considering that Waropen Regency is a remote area and poses unique challenges for the Polri in providing public services. This research used Haywood's model of public service quality with three main elements: Professional Judgment, Physical Facilities, Processes and Procedures, and People's Behavior and Conviviality. A qualitative method through interview techniques was used in this research. The findings of this study indicate that efforts to improve SIM and SKCK services need to consider the professionalism of personnel, service facilities, and procedures, as well as the attitudes and behaviors of personnel.
Collaborative Governance Process in Supporting Public Private Partnership in Singkawang Airport Development in 2023-2024 Novita Sari, Maya; Alamsah Deliarnoor, Nandang; Indrawati Sagita, Novie
Dinasti International Journal of Education Management And Social Science Vol. 6 No. 3 (2025): Dinasti International Journal of Education Management and Social Science (Febru
Publisher : Dinasti Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/dijemss.v6i3.3946

Abstract

This research is driven by the inadequacies in the collaborative process within the Public-Private Partnership (PPP) scheme, which has hindered the operationalization of Singkawang Airport, despite its inauguration by the President of Indonesia on March 20, 2024. The collaboration involves key actors, including the Central Government through the Ministry of Transportation, the Singkawang City Government, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, CSR Team and the local community surrounding the airport construction site. Adopting the cross-sector collaboration framework proposed by Bryson, Crosby, and Stone, this study aims to analyze and elucidate the Collaborative Governance process in the development of Singkawang Airport by examining six dimensions: forging initial agreements, building leadership, building legitimacy, building trust, managing conflict, and planning. This study employs a qualitative research method, with data collected through interviews, observations, and document analysis. Informants were selected using purposive and snowball sampling techniques. The findings reveal that the Collaborative Governance process in the PPP scheme for Singkawang Airport is partially evident across the six dimensions. The first dimension, forging initial agreements, highlights the absence of formal agreements underpinning the collaboration. The second dimension, building leadership, demonstrates the presence of both formal and informal leadership structures. In the third dimension, building legitimacy, both internal and external legitimacy have been established. The fourth dimension, building trust, reveals that trust-building efforts are limited to periodic meetings conducted several months apart. The fifth dimension, managing conflict, shows a lack of preventive measures necessary to sustain trust. Finally, the sixth dimension, planning, indicates that while initial plans were formulated, they required dynamic adjustments to address emergent challenges during implementation. In conclusion, this study underscores that relying solely on the PPP scheme poses significant challenges to the realization of the airport project. Cross-sector collaboration has accelerated the development process but remains suboptimal, as it does not fully address the six dimensions of effective collaboration.
Partispasi Bermakna Dalam Formulasi Kebijakan Publik: Studi Mengenai Proses Legislasi Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat Tahun 2018-2023 Yosia Viera Martua Sianturi; Alamsah Deliarnoor, Nandang
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 4 No. 3 (2024): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik (Maret - April 2024)
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v4i3.1865

Abstract

Indegenous Law Peoples have always been marginalized with growing of time. A special law is needed to address problems among customary law communities. The establishment of Law Indigenous Peoples has actually started since 2014 under the name of the PP-MHA and change into the MHA in 2019. Currently MHA Bill is in the national legislation and waiting schedule for the discussion. This research aims analyze the legislative process of MHA Bill using model of policy formulation and concept of meaningful participation. This research uses qualitative methods with exploratory approach and case study strategy. The results are. First, problems among customary law communities are mostly caused by legal uncertainty. Sectoral laws who regulate indegenous law communities different from one another. Second, the stage of selecting alternative policies, there is conflict of interest between factions debating of development and investment will be disrupted because the birth of this Law. Third, the main reason MHA Bill has not been passed, is there are no political will from President and DPR RI to pass MHA Bill. Finally, public participation cannot be said to be meaningful participation. This is caused lack of public access related to conveying aspirations, considering aspirations, and explaining aspirations.
STRATEGIES OF ARCHIVES AND LIBRARY SERVICES IN INCREASING INTEREST AND READING CULTURE OF THE COMMUNITY IN WEST BANDUNG REGENCY Say, Cressa Rara; Alamsah Deliarnoor, Nandang; Hermawati, Rina
DIA: Jurnal Administrasi Publik Vol. 23 No. 02 (2025): PUBLIC ADMINISTRATION
Publisher : Program Studi Doktor Ilmu Administrasi, FISIP, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study aims to analyze the strategies implemented by the Archives and Library Office of West Bandung Regency in increasing public interest and reading culture. This study uses qualitative research methodology by using in-depth interviews, observation and document analysis as data collection techniques. The focus of the study included program identification, supporting factors and barriers in the implementation of literacy strategies. The key strategies implemented as a result of the study include the revitalization of Taman Bacaan Masyarakat (TBM), procurement of book collections of 11,612 titles and 47,035 copies, introduction of digital library services, and literacy campaigns through social media and local communities. contains Community. However, there are several obstacles that hinder the optimization of the program such as budget limitations, low community participation in literacy activities and the lack of qualified managers. Factors that support the implementation of this strategy include political support from the local government and the possibility of collaboration with various communities. This study recommends strengthening technology-based literacy programs, increasing the budget for purchasing reading materials and training library managers as strategic steps to overcome these obstacles. The results are expected to make a practical contribution to more innovative and sustainable literacy policies and serve as a reference for developing literacy strategies in other areas. Literacy is seen as an important element in supporting human resource development in West Bandung district.