Simbolik rasa syukur atas lahirnya bayi dalam sastra Hindu dikaitkan dengan rangkaian upacara ari-ari dengan sistem mendem, menghanyutkan ke laut serta menggantungkan pada suatu tempat. Komunitas Bali Aga memiliki folklor dan ciri khas tersendiri dalam prosesi upacara ari-ari yang dilakukan dengan sistem gantung. Dasar folklor menjadi kajian menarik dalam penelitian ini untuk melihat dasar perbedaan prosesi ritual mendem ari-ari antara Bali Aga dengan sistem gantung dan non Bali Aga dengan sistem mendem. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi menggunakan lembar observasi dan indept interview pada tokoh adat, tokoh agama dan pasangan suami istri di wilayah Desa Tigawasa dan Desa Bungkulan. Analisis data dengan deskriptif kualitatif induktif dan reduksi. Hasil dari studi folklor ini menunjukkan bahwa proses upacara ari-ari yang dilakukan oleh umat Hindu Bali Non Aga dan Bali Aga Tigawasa memang berbeda. Bali Aga melakukan sistem gantung pada Pigi (tempat yang dikeramatkan) tanpa banten khusus dengan dasar folklor bahwa ari-ari bayi sebagai bagian yang kotor sedangkan roh atau jiwanya tetap dihormati saat upacara tiga bulanan. Berbeda halnya dengan umat Hindu Non Bali Aga di Desa Bungkulan, mereka melakukan proses upacara ari-ari dengan cara mendem dalam pekarangan rumah yang merupakan warisan dari leluhur secara turun temurun.
Copyrights © 2020