AbstrakDi Indonesia sepanjang tahun 2015, sejumlah media cetak memutuskan tutup dan beralih ke digital. Di tengah meningkatnya pertumbuhan pengguna Internet tersebut, bagaimana masa depan jurnalisme radio yang juga terbilang sebagai media tradisional seperti media cetak. Dalam artikel ini, penulis fokus bagaimana radio sebagai media tradisional bertransformasi menjadi media baru di era digital. Garis besar penulisan ini membahas transformasi radio sebagai media baru dari sisi model aksesnya yang menggunakan Internet dan perubahan regulasi siaran radio mempengaruhi proses demokrasi di Indonesia. Artikel ini berpendapat dengan adanya perubahan tersebut, radio bukan saja beradaptasi dengan tuntutan teknologi baru namun juga bertransformasi dalam menghadapi tantangan perubahan teknologi dan akses penggunanya. Pasca reformasi telah memberikan tanda zaman dalam perubahan jurnalisme radio. Kesadaran peran informasi radio diikuti pada pertumbuhan jumlah informasi radio yang dinilai sebagai perubahan ekspresi masyarakat Indonesia yang lebih demokratis. Di sisi lain, perkembangan akses radio itu juga memunculkan gejala adanya spiral of silence tentang relasi wacana mayoritas yang harus menjadi perhatian radio sebagai media alternatif di era digital. Perimbangan suara yang terisolir dalam argumen teori spiral of silence menjadi tantangan radio di era digital ini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mengkaji opini publik pada radio sebagai media digital interaktif dengan menggunakan teori spiral of silence. During the periode of 2015, in Indonesia, a number of print newspapers decided to stop publich their printing media and switch to digital. This is also challenging for radio since it could be considered as traditional media such as the printing media. In this article, the authors explain how radio as a traditional mass-media is transformed into a new medium in the digital era. The outline of this paper discusses radio transformation as a new medium in terms of access model that uses the Internet and radio broadcast regulatory changes affect the democratic process in Indonesia. This article argues that throughout those changes, radio has not only adapted to the new technological demands while at the same time transform the media by facing the new technological challenger and access to their audience. However, despite the adaptability of radio towards the digital era, this new media era has brought up the seemingly silencing process of minority voice by the majority. This could be concurred through concept of spiral of slince. This article is a qualitative research that put attention to several processes of adaptation and transformation that radio has gone through since the era of Reformasi in Indonesia.
Copyrights © 2018