cover
Contact Name
Obing Katubi
Contact Email
jurnalmasyarakati@gmail.com
Phone
+6281319021904
Journal Mail Official
jurnalmasyarakati@gmail.com
Editorial Address
Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)-LIPI Gedung Widya Graha Lantai 9, Jalan Gatot Subroto Nomor 10 Jakarta Selatan.
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Masyarakat Indonesia
ISSN : 01259989     EISSN : 25025694     DOI : https://doi.org/10.14203/jmi.v44i2
Artikel yang dimuat dalam Jurnal Masyarakat Indonesia dapat berbasis hasil penelitian maupun pemikiran, dengan fokus bahasan yang berkaitan dengan perihal masyarakat Indonesia. Tiap terbitan memiliki tema yang berbeda-beda dan dapat ditelaah dari berbagai disiplin ilmu berdasar sudut pandang keahlian penulis. Jurnal Masyarakat Indonesia mengutamakan tulisan tentang isu dan tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia yang dikaji dari berbagai sudut pandang ilmu-ilmu sosial kemanusiaan. Artikel yang dikirim ke Jurnal Masyarakat Indonesia, dapat ditulis, baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Inggris. Isi Jurnal Masyarakat Indonesia meliputi artikel ilmiah, ringkasan disertasi, dan review buku-buku terbaru dalam bentuk artikel.
Articles 268 Documents
DINAMIKA ORANG PAPUA DALAM NIEUW GUINEA RAAD (NGR) 1961 DAN MAJELIS RAKYAT PAPUA(MRP) 2005 DI TANAH PAPUA Bernarda Meteray
Masyarakat Indonesia Vol 42, No 1 (2016): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia
Publisher : Kedeputian Bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan (IPSK-LIPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmi.v42i1.353

Abstract

One of the attempts to prevent Indonesia from disintegration is to avoid an inappropriate decision in the making of development policies. In the history of Papua, formation processes of the Nieuw Guinea Raad (NGR), 1961 and the Majelis Rakyat Papua (MRP), the Papuan People Council, 2005, in Papua have influenced the Indonesianess growing process among the Papuans. These two institutions have given a deeply significant meaning in the involvement of Papuans in an institution. Various approaches to improve the well-being of the Papuans have been implemented officially since 1969. Papua is, however, still considered the poorest region and is very often in conflicts. It was found that there has been something wrong with the development in Papua. Acemoglu and Robinson (2014) states that gaps between rich countries and poor ones are not merely due to cultural, geographical, and climatic factors, but they have been caused by political and economic institutions in the country itself as well. It has been these institutions having caused the country to come near the edge of failure. This paper is trying to show whether or not formation of the NGR and MRP had and have been suitable solutions to solve development problems and conflicts in Papua.
ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT: TANTANGAN DAN PELUANG BAGI INDONESIA Latif Adam; Siwage Dharma Negara
Masyarakat Indonesia Vol 36, No 2 (2010): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia
Publisher : Kedeputian Bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan (IPSK-LIPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmi.v36i2.633

Abstract

The Free trade agreement between ASEAN and China will have a significant impact on the Indonesian economy. Many observers predicted that Indonesia will be flooded by cheap import products from China after the implementation of ACFTA. This in turn will worsen Indonesias trade deficit against China. Fear about the negative impacts of ACFTA were raised by most businessmen, citing about various obstacles that detriment their competitiveness including lack of infrastructure, cumbersome bureaucracy, poor law enforcement, corruption, etc. Inevitably, the implementation of ACFTA without sufficient support from the government will put the local industry and small businesses at risk of bankruptcy. There is also prediction that Indonesia will become more dependent on export of natural resources and agricultural based product groups, such as oil and gas, coal, palm oil, and rubber. On the contrary, many manufacturing industries, including textile, garment, electronics, food, steel/iron, and horticultural products, are predicted to be negatively affected by the implementation of ACFTA. This paper discusses about the challenges and opportunities faced by Indonesia in the wake of ACFTA implementation. The main message is that Indonesia needs to put more serious efforts in order to become a leveled trade partner with China. Indonesia needs to improve its technological and managerial capabilities and try to connect itself into global production network, in which China becomes the system integrator.consciousness.Keywords: ACFTA, neraca perdagangan, ekspor impor, daya saing
KOMPLEKSITAS PEMERTAHANAN DAN REVITALISASI BAHASA MINORITAS DI INDONESIA: PENGALAMAN PROYEK DOKUMENTASI RONGGA, FLORES I Wayan Arka
Masyarakat Indonesia Vol 37, No 1 (2011): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia
Publisher : Kedeputian Bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan (IPSK-LIPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmi.v37i1.599

Abstract

This paper discusses complexities faced by the minority Rongga people in thecontext of language maintenance and revitalization, based on feld experiencein documenting the Rongga language. Issues in language maintenanceand revitalization are discussed from a range of macro-variables such ashistorical, socio-political, cultural, economic and sociolinguistic factors. It isdemonstrated that the Rongga case is a typical complex situation faced byminority ethnic groups in Indonesia who have been increasingly marginalizedin almost every aspect. The low capacity of maintaining their language/cultureis a result of a long and complex process which the people of Rongga haveexperienced. The effect is that internal and external support has been alwaysweak or absent. Internally, pride of own language/culture is always low; thefunction of traditional custom (adat) laws is signifcantly reduced; poverty iswidespread, and there are problems with local human resources. Externally,the Rongga people have been dominated by outsiders at all levels, includingat the local level. The introduction of the new Javanese-style village structurehas negatively affected the vitality of the Rongga people. In addition, Ronggalanguage is also under pressure from the national/regional language policy inIndonesia. The paper discusses the prospect and challenges ahead, and reportsthe activities undertaken in the feld work.Keywords: language maintenance, language revitalization, languagedocumentation, minority language, ethnic of Rongga, Flores
MEMITOSKAN MITOS (KONSEP LEGALITAS KEPEMILIKAN TANAH ADAT DI KABUPATEN MANOKWARI PROPINSI PAPUA BARAT) Adolof Ronsumbre
Masyarakat Indonesia Vol 45, No 2 (2019): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia
Publisher : Kedeputian Bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan (IPSK-LIPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmi.v45i2.888

Abstract

Saling klaim kepemilikan atas tanah oleh sejumlah suku menjadi fenomena yang terus terjadi di Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat. Tahun 2013 hingga tahun 2019 misalnya, terjadi 32 aksi pemalangan fasilitas publik milik pemerintah daerah dan swasta yang dibangun diatas tanah yang diklaim oleh sejumlah marga dan suku sebagai pemilik tanah yang sah. Masing-masing klen/marga dan suku mengklaim sebagai pemilik yang sah. Legalitas kepemilikan tanah oleh sejumlah suku dan klen/marga, dilakukan dengan mengkonstruksi mitos. Tulisan ini berbasis data fenomena saling klaim tiga suku tentang hak atas atas tanah di kawasan Bandara Udara Rendani Manokwari. Ketiga suku tersebut adalah suku Arfak, Doreri dan Mansim Mansim Borai. Untuk menguatkan klaim kepemilikan tanah, masing-masing memumunculkan mitosnya sendiri. Namun, karena tidak ada kata sepakat, untuk mendapatkan pembayaran ganti rugi atas penggunaan tanah, mitos baru dimunculkan, yakni hak atas tanah adat yang digunakan untuk Bandara Udara Rendani Manokwari bukan milik salah satu suku, melainkan milik ketiga suku:Arfak, Doreri, dan Mansim Borai. Hal itu berarti mitos yang pernah ada dimitoskan lagi sehingga menghasilkan mitos baru. Mitos di produksi untuk menambah fakta tentang legalitas kepemilikan hak atas tanah yang sah oleh sejumlah klen/marga dan suku.
REKONFIGURASI POLITIK KELAS MENENGAH INDONESIA Wasisto Raharjo Jati
Masyarakat Indonesia Vol 41, No 2 (2015): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia
Publisher : Kedeputian Bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan (IPSK-LIPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmi.v41i2.257

Abstract

Membincangkan konsep kelas menengah Indonesia adalah membicarakan dinamika kelas dalam masyarakat yang selalu mengambil peran dalam perubahan sosial dan politik. Hal tersebut dapat terindikasi dari munculnya berbagai macam gerakan politik sejak era pergerakan nasional, revolusi kemerdekaan, hingga era reformasi, yang diinisasi oleh kelas menengah Indonesia tersebut. Shiraishi (2003) mencatat bahwa politik kelas menengah Indonesia yang didominasi oleh pergerakan kaum muda (youth movement) merupakan inti dari perubahan sejarah politik Indonesia. Meskipun bisa dikatakan sebagai agen perubahan politik, derajat kesadaran politik kelas menengah Indonesia sendiri juga fluktuatif. Kondisi itu terjadi ketika berkah minyak (oil boom) terjadi pada 1970-an. Pada saat itu, negara memberikan berbagai macam privilese untuk membentuk kelas menengah Indonesia sebagai agen pembangunan.
SISTEM ISPO UNTUK MENJAWAB TANTANGAN DALAM PEMBANGUNAN KELAPA SAWIT INDONESIA YANG BERKELANJUTAN Ermanto Fahamsyah; Eusebius Pantja Pramudya
Masyarakat Indonesia Vol 43, No 1 (2017): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia
Publisher : Kedeputian Bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan (IPSK-LIPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmi.v43i1.718

Abstract

The implementation of ISPO certification system which has been running since 2011 in addition to having experienced various achievements and developments also encountered various obstacles, problems, challenges and demands. The formulation of the problems analyzed and answered in this study are: what aspects should be formulated in order to strengthen ISPO system? To analyze and answer the problem formulation is used framework  thinking about legal system theory or Legal System Theory developed by Lawrence M. Friedman. The research method used in this study is more focused on normative legal research. Based on the analysis, it can be concluded that the aspects that must be formulated in order to strengthen ISPO system include: First, related to the aspect of law substance, ISPO system arrangement must be increased from the level of Minister of Agriculture Regulation to the level of Presidential Regulation. Through this Presidential Regulation is expected to become a stronger legal umbrella in the implementation of ISPO system. Second, in relation to aspects of its legal apparatus, the institutional mechanisms of ISPO certification shall be enhanced and strengthened. Third, from the legal culture aspect, there must be a common understanding about the definition and concept of sustainability in the management and development of oil palm Indonesia.Keywords: ISPO, Development, Palm Oil, Sustainable, Indonesia ABSTRAKPenyelenggaraan sistem sertifikasi ISPO yang berjalan sejak 2011, di samping telah mengalami berbagai pencapaian dan perkembangan, menemui berbagai hambatan, masalah, tantangan, dan tuntutan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat aspek-aspek apa saja yang harus dirumuskan dalam rangka penguatan sistem ISPO? Untuk menganalisis dan menjawab rumusan masalah tersebut, digunakan kerangka berpikir tentang teori sistem hukum atau legal system theory yang dikembangkan oleh Lawrence M. Friedman. Metode penelitian yang digunakan  dalam kajian ini lebih dititikberatkan pada penelitian hukum normatif. Berdasarkan pada analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang harus dirumuskan dalam rangka penguatan sistem ISPO meliputi: pertama, terkait dengan aspek substansi hukum, pengaturan sistem ISPO harus ditingkatkan dari tingkat peraturan menteri pertanian menjadi tingkat peraturan presiden. Peraturan presiden ini diharapkan dapat menjadi payung hukum yang lebih kuat dalam penyelenggaraan sistem ISPO. Kedua, terkait dengan aspek aparatur hukumnya,  mekanisme kelembagaan penyelenggaraan sertifikasi ISPO harus disempurnakan dan dikuatkan. Ketiga, dari aspek budaya hukum, harus ada persamaan pemahaman mengenai definisi dan konsep sustainability dalam pengelolaan dan pengembangan kelapa sawit Indonesia.Kata kunci: ISPO, Pembangunan, Kelapa Sawit, Berkelanjutan, Indonesia
Ranah-Ranah Kebudayaan di Era Kapitalisme Global Endang Retnowati
Masyarakat Indonesia Vol 36, No 1 (2010): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia
Publisher : Kedeputian Bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan (IPSK-LIPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmi.v36i1.622

Abstract

Banyak ilmuwan telah berbicara tentang implikasi positf dan negatif modernisasi maupun globalisasi. Jurgen Habermas (1984: 236-239) mengemukakan bahwa modernisasi di Barat lebih banyak berlangsung di ranah kerja, tetapi belum berlangsung di ranah dunia kehidupan (Lebenswelt). Dunia global cepat terwujud berkat proyek modernisasi yang pada dasarnya dimajukan oleh perkembangan ilmu pengetahuan (ilmu pasti dan alam) dan teknologi yang begitu cepat. Sebagaimana digambarkan oleh Anthony Giddens (2000: xii) bahwa dunia yang sekarang kita huni merupakan resultan dari empat gugus institusi, yaitu industrialisasi, kapitalisme, militer dan pengawasan. Salah satu implikasinya adalah terdesaknya dunia kehidupan dengan nilai-nilainya oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta produk-produknya yang sangat bermanfaat bagi manusia (misalnya alat kedokteran), dan juga oleh kultur politik, seperti disinggung dalam buku Ranah-Ranah Kebudayaan yang ditulis oleh Mudji Sutrisno. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu dimanfaatkan oleh perusahaan untuk meningkatkan jumlah produknya, kemudian teknologi baru tercipta lagi dari kemajuan ilmu pengetahuan, begitu 222 | Masyarakat Indonesiaseterusnya, sehingga semakin lama semakin banyak produk dihasilkan, dan masyarakat sebagai sasaran perusahaan dalam mencapai untung dan mengakumulasi modal. Produk yang melimpah (mobil mewah, handphone canggih, perabotan dapur canggih, dan sebagainya) tentu akan mempermudah hidup manusia sehingga konsumen akan selalu ingin membeli produk baru.
PAGEBLUG DAN PERILAKU IRASIONAL DI VORSTENLANDEN ABAD XIX Priyatmoko, Heri; Kurniawan, Hendra
Masyarakat Indonesia Vol 46, No 2 (2020): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia
Publisher : Kedeputian Bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan (IPSK-LIPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmi.v46i2.899

Abstract

ABSTRACTThis article aims to discuss the events of the pageblug in Vorstenlanden or the royal domain in the nineteenth century using the perspective of local history. With historical method, it is known that pageblug is a miserable condition caused by an epidemic such as cholera which takes many lives and causes panic in the community. In the realm of irrational thought, pageblug is understood to be the work of Satan and Nyai Ratu Kidul. Whereas in logical thinking at the time, the plague was triggered by prolonged dry season changes, not the healthy behavior of the people. Residents respond to the pageblug with various irrational actions, such as bathing and drinking pool water which is used by the king to bathe. They also believe in cholera drug made from grass puzzles given by Sunan Lawu. With the knowledge of titen or empirical experience proving them natural elements can drive the pageblug, without having to go to a doctor who is very few in the nineteenth century.ABSTRAKArtikel ini bertujuan untuk mengkaji peristiwa pageblug di Vorstenlanden atau wilayah kekuasaan kerajaan pada abad XIX dengan memakai perspektif sejarah lokal. Dengan metode sejarah, diketahui bahwa pageblug adalah kondisi nestapa yang disebabkan oleh wabah penyakit seperti kolera yang memakan banyak korban jiwa dan menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat. Dalam alam pemikiran irasional, pageblug dipahami sebagai ulah setan dan Nyai Ratu Kidul. Sedangkan dalam pemikiran logis kala itu, wabah dipicu oleh perubahan musim kemarau yang berkepanjangan, belum mengemuka perkara perilaku sehat masyarakat. Penduduk menyikapi pageblug dengan aneka tindakan irasional, misalnya mandi dan minum air kolam yang dipakai mandi oleh raja. Mereka juga mempercayai obat kolera berbahan rumput teki yang diberikan oleh Sunan Lawu. Dengan ilmu titen atau pengalaman empiris tersebut, mereka membuktikan bahwa unsur alam itu dapat menghalau pageblug, tanpa harus pergi ke dokter yang jumlahnya terbatas di abad XIX.
SUPPORT FOR ETHNO-RELIGIOUS VIOLENCE IN INDONESIA Tri Subagya
Masyarakat Indonesia Vol 41, No 2 (2015): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia
Publisher : Kedeputian Bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan (IPSK-LIPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmi.v41i2.342

Abstract

This study focused on the relationship between ethno-religious identification and support for intergroup violence in Indonesia. It employed a cross-cultural comparative research design involving Muslim and Christian respondents from different ethnic groups in two research areas. One of these areas, Ambon, experiences frequent eruptions of inter-group violence, while the other, Yogyakarta, is relatively peaceful; while disputes have occurred occasionally, they have not led to massive intergroup violence. This research used a mixture of quantitative and qualitative approaches This study finds stronger identification with religion than with ethnicity. Muslims show greater ethno-religious identification than Christians. It also presents evidence for the proposition regarding religiocentrism in which a positive evaluation of the religious in-group is related to in-group identification and induces derogatory attitudes towards out-groups. The findings are also consistent with propositions concerning nationalistic attitudes which suggest that increased ethno-religious identification reduces nationalism.Keyword: ethnicity, religion, ethno-religious identification, support for violence, perceived group threat, religiocentrism, nationalism
TARA MITI TOMI NUKU: MERAWAT TOLERANSI DALAM TRADISI DI ALOR, NUSA TENGGARA TIMUR Obing Katubi
Masyarakat Indonesia Vol 44, No 2 (2018): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia
Publisher : Kedeputian Bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan (IPSK-LIPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmi.v44i2.805

Abstract

Intoleransi beragama di Indonesia akhir-akhir ini menjadi masalah serius. Akan tetapi, ada beberapa wilayah di Indonesia yang dianggap berhasil dalam menjaga toleransi, misalnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur, terutama di Pulau Alor-Pantar. Bahkan, ketika   konflik dahsyat dengan isu agama melanda sebagian wilayah Indonesia Timur pascaruntuhnya Orde Baru, solidaritas komunitas lokal orang Alor-Pantar mampu membuat mereka terhindar dari konflik dahsyat tersebut. Hal itu karena sejak dulu orang-orang di tiap kampung di Pulau Alor-Pantar mengembangkan cara untuk menghindari konflik, termasuk konflik yang bernuansa agama, berbasis tradisi. Karena itu, kehidupan beragama masyarakat di Kepulauan Alor-Pantar dan hubungannya dengan adat  banyak mengundang minat para akademisi untuk membahasnya. Berbeda dengan berbagai tulisan para akademisi sebelumnya, tulisan ini membahas bagaimana komunitas Muslim dan Kristiani menata kehidupan mereka bersama dengan memberikan penghormatan khusus pada tradisi lokal, yakni semboyan Tara miti Tomi nuku, yang artinya 'berbeda-beda tetapi satu bersaudara.' Untuk membahas hal itu, tulisan ini memaparkan tiga hal, yaitu 1) cara berbagai kelompok etnis di Alor mengajarkan pentingnya saling menghargai antarumat beragama melalui tradisi lisan lego-lego, terutama melalui lirik lagunya; 2) cara orang Alor-Pantar mengolah tradisi lisan lego-lego untuk anak-anak muda. Tulisan ini berdasar penelitian lapangan dengan metode etnografi.  Agar lego-lego yang sebagian liriknya mengajarkan toleransi tersebut tetap diminati oleh anak-anak muda, tradisi lisan lego-lego dibuat rekaman dengan menggunakan alat musik baru, dengan judul kaset rekaman "Taramiti Tominuku." 

Page 1 of 27 | Total Record : 268


Filter by Year

2010 2023


Filter By Issues
All Issue Vol 49, No 2 (2023): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 49, No 1 (2023): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 48, No 2 (2022): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 48, No 1 (2022): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 47, No 2 (2021): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 47, No 1 (2021): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 46, No 2 (2020): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 46, No 1 (2020): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 45, No 2 (2019): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 45, No 1 (2019): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 44, No 2 (2018): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 44, No 1 (2018): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 43, No 2 (2017): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 43, No 1 (2017): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 42, No 2 (2016): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 42, No 1 (2016): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 41, No 2 (2015): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 41, No 1 (2015): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 40, No 2 (2014): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 40, No 1 (2014): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 39, No 2 (2013): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 39, No 1 (2013): Majalah Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Vol 38, No 2 (2012): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 38, No 1 (2012): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 37, No 2 (2011): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 37, No 1 (2011): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 36, No 2 (2010): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Vol 36, No 1 (2010): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia More Issue