Majelis Permusyawratan Rakyat (MPR) sebagai nama dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia telah ada sejak lahirnya negara ini. Pada awal disahkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 MPR memiliki posisi sebagai lembaga negara tertinggi. Sebagai lembaga negara tertinggi saat itu MPR ditetapkan dalam UUD 1945 sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Sebagai pemegang kedaulatan rakyat MPR memiliki wewenang memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Oleh karena memiliki wewenang memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, maka MPR memiliki wewenang pula untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden sebelum masa kepemimpinannya berakhir dengan Presiden dan Wakil Presiden bertanggung jawab mengatasi haluan negara. Berubahnya kedudukan MPR memang sering diartikan salah baik terkait dengan eksistensi lembaga maupun Pimpinan MPR, ia juga berimplikasi pada tugas dan wewenang MPR. Sebagai lembaga negara yang memiliki eksistensi dalam bangunan negara, MPR diberikan konstitusional yang diberikan dan diserahkan kepada Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3), dan Pasal 8 ayat (1), (2) dan ( 3) UUD Negara RI Tahun 1945. Dengan sebatas yang terkait dalam pasal-ayat dan ayat-ayat itu, fungsi dan wewenang MPR sekarang, subtansinya adalah hal-hal yang sangat penting dan mendasar dalam bernegara. Kedudukan MPR setelah perubahan UUD 1945 adalah Lembaga negara sejajar dengan Lembaga Negara lain, tidak lagi sebagai Lembaga Negara. MPR yang sekarang bukan lagi sebagai satu-satunya lembaga yang melakukan kedaulatan rakyat. Lembaga-lembaga Negara yang mengemban tugas-tugas politik negara dan pemerintahan (tidak termasuk pemerintahan kehakiman) adalah pelaksana kedaulatan rakyat yang harus bertanggung jawab dan bertanggung jawab kepada rakyat, karena lembaga-lembaga juga langsung dipilih oleh rakyat (Presiden, PDR, dan DPD) . Kata Kunci: Esksistensi, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketatanegaraan
Copyrights © 2016