Pura Wisnu Sakti secara historis memiliki kebudayaan geguritan yang kini sudah jarang digunakan. Padahal, geguritan memiliki fungsi sebagai media transformasi pengetahuan ataupun pendidikan moral kepada anak yang dibacakan. Hal ini menjadi menarik untuk diaktualisasikan kembali. Selain itu, penciptaan menjadi lebih menarik karena pelestarian dan pengaktualisasiannya menjadi lebih efektif. Dalam penciptaannya tentu mempertimbangkan berbagai faktor: daya tangkap anak, penyesuaian zaman, serta penanaman nilai-nilai agama. Dari latar belakang yang hadir, terumuskan dua pertanyaan yang harus dipecahkan, yakni: 1) Kenapa aktualisasi dan penciptaan geguritan dilakukan?, 2) Bagaimana aktualisasi dan penciptaan geguritan dilakukan? Dalam penelitian yang dilakukan, metode partisipatoris menjadi metode yang dirasa paling ideal, karena posisi dari peneliti merupakan insider dari objek penelitian. Selain itu, penelitian yang dilakukan merupakan penelitian terapan, sehingga metode ini sangat mendukung dalam pelaksanaannya. Dalam penelitian yang dilakukan, teori yang digunakan adalah teori konstruktivisme, teori revitalisasi, dan teori penciptaan. Dari penelitian yang sudah dilakukan, terdapat kesimpulan bahwa ada empat faktor yang melandasi aktualisasi dan penciptaan geguritan patut untuk dilakukan: 1) Faktor latar belakang, 2) Faktor Pelestarian, 3) Faktor Geguritan, 4) Faktor Pasraman. Pengaktualisasian dan penciptaan geguritan berhasil dilakukan, meskipun belum sepenuhnya maksimal. Meskipun begitu, penelitian terapan memang tidak secara instan dapat terselesaikan, karena harus melalui proses yang panjang. Tahapan-tahapan dari proses pengaktualisasian dan penciptaan mengacu pada teori-teori yang digunakan. Hasil yang didapatkan menyatakan bahwa teori-teori tersebut terbukti mampu untukdiaplikasikan.
Copyrights © 2021