E-Jurnal Gloria Yuris Prodi Ilmu Hukum (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura
Vol 3, No 2 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN

PELAKSANAAN PEMBUKTIAN TERBALIK SEBAGAI HAK TERDAKWA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI PONTIANAK

- A01109063, TEMMY HASTIAN (Unknown)



Article Info

Publish Date
13 Mar 2015

Abstract

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 37 ayat (1) berbunyi Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi. Makna dari Pasal 37 ayat (1) tersebut kemudian dikenal sebagai teori pembuktian terbalik.   Begitu banyak Perkara korupsi yang dilimpahkan di Pengadilan Negeri Pontianak selaku pengadilan yang berhak dan berwenang mengadili perkara korupsi di wilayah hukum Kalimantan Barat sejak tahun 2011 hingga september 2014, hanya 0.80% (nol koma delapan puluh persen) dari total 124 (seratus dua puluh empat) perkara tindak pidana korupsi yang diadili di Pengadilan Negeri Pontianak yang menggunakan atau menerapkan sistem pembuktian terbalik dalam persidangan.   Perkara yang menerapkan pembuktian terbalik tersebut, setelah dianalisis penulis bukan merupakan pembuktian terbalik, karena penerapannya disampaikan pada pemeriksaan saksi yang meringankan, sedangkan menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 38B ayat (4) Pembuktian bahwa harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bukan berasal dari tindak pidana korupsi diajukan oleh terdakwa pada saat membacakan pembelaannya dalam perkara pokok dan dapat diulangi pada memori banding dan memori kasasi.Perkara tindak pidaka korupsi yang menerapkan pembuktian terbalik tersebut adalah perkara korupsi yang di jerat juga dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sejauh ini, dalam prakteknya bahwa pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi di persidangan, tidak dilaksanakan secara overall (menyeluruh), melainkan kasus-kasus tertentu (certain cases), seperti perkara terkait gratifikasi (gratification) dan suap (bribery).   Penerapan pembuktian terbalik di persidangan tindak pidana korupsi, terkendala tidak diaturnya secara khusus mengenai tata cara pelaksanaan, sehingga Pasal 37 Ayat (1) tersebut dianggap tidur, dan hanya penghias suatu aturan.   Diperlukan suatu metode untuk membangunkan Pasal tersebut, yakni dengan pembaharuan terhadap perundang-undangan tindak pidana korupsi, sehingga penerapan hak terdakwa untuk melaksanakan pembuktian atas harta yang dimilikinya dapat terlaksana sebagaimana yang telah diatur oleh undang-undang.  Keyword : Pelaksanaan Pembuktian Terbalik Tidak pernah Dilaksanakan Pada Pada Saat Persidangan

Copyrights © 2015






Journal Info

Abbrev

jmfh

Publisher

Subject

Law, Crime, Criminology & Criminal Justice

Description

Berisi Jurnal-Jurnal Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Hukum UNTAN (Bagian Hukum Keperdataan, Bagian Hukum Pidana, Bagian Hukum Tata Negara, Bagian Hukum Ekonomi, dan Bagian Hukum ...