Artikel ini mengkaji al-nazm menurut empat ulama, yaitu al-Jahiz, al-Khattabi, al-Baqillani dan al-Jurjani. Menyangkut term al-nazm, al-Jahiz menyatakan bahwa dari sisi aspek semantik, terutama kata-kata dalam konteks tertentu bisa mengandung makna tertentu pula. Sementara Al-Khattabi membagi pengulangan tutur menjadi dua, yakni pengulangan tutur tercela dan pengulangan tutur yang baik digunakan. Ada pun al-Baqillani menggagas bahwa style adalah orangnya itu sendiri. Di tempat lain, al-Jurjani menegaskan bahwa definisi al-nazm ialah peletakan kata pada posisinya sesuai kaidah nahwu. Adapun persamaan gagasan dari mereka ialah: 1) Mereka sepakat bahwa al-nazm merupakan salah satu segi dari keindahan struktur bahasa Arab, khususnya struktur al-Qur’an; 2) Mereka berempat sepakat bahwa retorika Arab/ balaghah merupakan salah satu segi dari i’jaz al-Qur’an; 3) Al-Jahiz, al-Khattabi dan al-Jurjani sepakat mengatakan bahwa i’jaz merupakan salah satu karakteristik bahasa Arab, khususnya dalam koridor ilmu uslub; 4) Al-Jahiz, al-Khattabi dan al-Jurjani sepakat bahwa seleksi kata merupakan suatu upaya yang sangat efektif dalam penempatan dan penyusunan sebuah kalimat untuk konteks tertentu; 5) Al-Jahiz dan al-Khattabi mengemukakan bahwa dari segi al-nazm, kata-kata dalam al-Qur’an memiliki keistimewaan yang lain, bahwa sebagian kata-kata senantiasa tampil berdampingan, seperti الصلاة dengan الزكاة.
Copyrights © 2020