Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi tidak diketahuinya secara jelas âillah doktrin idah baik dalam Al-Qurâan maupun hasil kajian para pakar, sehingga eksistensi doktrin idah berpotensi dipertanyakan kembali terlebih dikaitkan dengan teknologi modern. Oleh karena itu, masalah yang dikaji adalah bagaimana âillah idah dalam Al-Qurâan beserta kondisi sosial yang melatarbelakanginya dan bagaimana relevansi âillah tersebut dengan doktrin idah dikaitkan dengan zaman sekarang dalam perspektif ushûl al-fiqh. Penelitian ini menggunakan pendekatan ushûl al-fiqh kontekstual. Hasil yang ditemukan adalah Al-Qurâan ternyata tidak mengatur âillah doktrin idah. Interpretasi para pakar terhadap doktrin ini pun tidak dapat disebut âillah melainkan hikmah adanya doktrin idah. âIllah idah yang tepat berdasarkan proses al-sibr wa al-taqsîm adalah etika atau kesopanan. Etika atau kesopanan selalu relevan dengan zaman, tidak terbatas waktu, tidak terikat kondisi dan berlaku pada setiap orang. Berdasarkan âillah tersebut dan sesuai dengan kondisi sekarang serta melalui kajian maqâshid al-syarîâah dan qiyâs, idah tidak hanya masih wajib dijalani mantan istri, tetapi mantan suami pun wajib menjalaninya sebagaimana Nabi Muhammad pun menjalani idah sepeninggal Khadijah. Masa idah yang wajib ditempuh mantan suami adalah menyesuaikan dengan masa idah mantan istri. Abstract: The background of this research is found the âillah of idah doctrine which is not clear so far according to the Al-Qurâan and the result of experts research, so existence of idah doctrine become a question marks if related with modern technology. Therfore, the focus in this research that how âillahâiddah according to the Al-Qurâan and social conditions underlying the âillah of âiddah, and also the relevance of âillah of idah with ushûl al-fiqh perspective. This research used ushul fiqh contextual approach. The result finding that the Al-Qurâan does not regulate the âillah of idah doctrine. The interpretation of experts about this doctrine does not as âillah but they just said the hikmah (benefit) of âillah. The exact of âiddah is related to the process of al-sibr wa al-taqsîm which is ethic or good manners. Ethic (good manners) is always relevant any period, any conditions, unlimited time and applies to any one. Based on âillah is relevant with right now condition and also study of maqâshid al-syarîâah and qiyâs, idah is not just for ex-wife but ex-husband also do this âiddah in same manner as the prophet Muhammad did âiddah after the death of Khadijah. The phase of idah for ex-husband is the same as the phase of idah for ex-wife. Kata Kunci: âIllah,hikmah, idah, ushûl al-fiqh.
Copyrights © 2012